Bapa yang Sejati Memeliharaku

Rina (nama samaran) adalah seorang gadis yang periang. Perjalanan hidup yang penuh tantangan dan kesulitan telah membentuknya menjadi gadis yang mandiri. Rina berasal dari keluarga yang mengalami pernikahan beda agama, baik dari keluarga kakeknya (dari ibu) maupun orang tuanya. Kakeknya adalah seorang Kristen, namun neneknya berasal dari "agama lain". Mereka memiliki 3 orang anak, yang tertua adalah ibu Rina. Ibu Rina adalah wanita Kristen dan ayahnya adalah pemeluk "agama lain" yang keras dan taat. Rina memiliki seorang kakak laki-laki, Rudy (nama samaran), seorang Kristen yang setia. Usia Rudy 2 tahun lebih tua dari Rina.

Sejak kecil, Rina dan kakaknya dididik sang ibu untuk rajin ke gereja dan disekolahkan di sekolah Kristen. Karena alasan ekonomi, ketika berusia 6 tahun, Rina dan keluarganya pindah dan serumah dengan keluarga besar ayahnya dari latar belakang "agama lain". Meskipun begitu, ibunya tetap mendorong dia dan Rudy rajin ke gereja. Pada hari Minggu, ibunya membangunkan mereka pagi-pagi supaya segera ke gereja sebelum ayah atau keluarga lain bangun dan melarang mereka pergi. Sejak tinggal di rumah keluarga ayahnya, banyak penderitaan yang dialami oleh Rina dan Rudy. Bagi anak lain seusianya, masa kecil adalah masa yang sangat menyenangkan. Tapi tidak demikian dengan Rina dan Rudy. Gereja tempat mereka beribadah jaraknya cukup jauh. Kadang-kadang, jika ibunya tidak memiliki uang untuk naik kendaraan umum, mereka harus berjalan kaki selama 1 jam ke gereja, begitu juga pulangnya. Selain itu, tidak jarang mereka dipaksa mengikuti tata cara ibadah "agama lain". Jika mereka menolak melakukannya, maka Rina dan Rudy akan mengalami penghinaan, perlakuan kasar, dan kadang tidak diberi makan. Itu semua dilakukan keluarga ayahnya, supaya Rina dan Rudy menyerah dan tidak lagi menjadi orang Kristen. Bukannya menyerah, melalui penderitaan ini, mereka malah makin kuat untuk mengasihi Tuhan dan memikul salib Kristus sejak usia dini.

Beberapa waktu kemudian, keluarga Rina pindah ke rumah kakeknya (orangtua ibunya) yang rumahnya dekat dengan gereja. Awalnya, Rina dan Rudy gembira karena tinggal dekat gereja, dan kakeknya adalah seorang Kristen. Namun kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Tidak jauh dari rumah mereka, ada sekolah milik "agama lain". Ibu mereka mendapat pekerjaan menjahit seragam sekolah tersebut, dengan syarat harus menjadi pemeluk agama tersebut. Suatu hari, ibu mereka berkata kalau sekarang ia sudah menjadi pemeluk agama tersebut. Ketika mereka menanyakan alasannya, ibunya berkata ingin hidup bahagia bersama ayahnya. Dengan memiliki keyakinan yang sama, ibunya berharap keluarganya menjadi lebih tenang. Tidak lama setelah ibunya berpindah keyakinan, suatu siang ibunya memanggil Rina (12 tahun) dan Rudy. Ibunya berkata, supaya kondisi keluarga makin tenang, sebaiknya mereka semua menjadi "agama lain" dan tidak boleh pergi ke gereja. Tentu saja hal ini ditolak oleh Rina dan Rudy. Sang ibu memaksa mereka dengan berkata, jika mereka menolak perintahnya, maka Rina dan Rudy harus membuat pernyataan di atas surat bermeterai bahwa mereka berdua bukan lagi anaknya. Itu berarti segala keperluan hidup termasuk biaya sekolah, bukan lagi tanggung jawab ibunya sebagai orang tua. Walaupun sangat sedih, Rina memutuskan untuk tetap mengikut Yesus. Dia tahu mengikut Yesus berarti harus menyangkal diri dan memikul salib. Dengan air mata yang berlinang, Rina menandatangani surat pernyataan itu. Pada hari itu juga, ibunya mengusir Rina. Dengan menangis, Rina keluar rumah tanpa membawa apa-apa. Walaupun tidak ada penyesalan sedikit pun atas keputusannya, sesungguhnya dia bingung, bagaimana dia akan makan dan di mana dia akan tinggal. Dia sadar masih terlalu kecil untuk bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Berjam-jam Rina dengan hati galau berjalan tidak menentu arah tujuan. Akhirnya, dia memutuskan ke rumah adik ibunya. Di matanya, bibinya seorang wanita yang baik dan mengasihi Tuhan.

Walaupun terkejut dengan sikap kakaknya, bibinya menerima Rina dengan tangan terbuka dan tinggal bersamanya. Setiap hari, Rina diajak berdoa bersama dan diajari membuat kerajinan tangan -- membuat tas dan manik-manik. Setelah mampu menghasilkan karya sendiri, Rina membuat dan menjual manik-manik itu untuk mencukupi kebutuhannya. Bibinya juga mengajarkan supaya Rina tidak membenci dan mengampuni ibunya.

Setelah beberapa bulan, kakeknya mengetahui keadaan Rina. Kakeknya memarahi ibu Rina dan menyuruh Rina kembali ke rumah kakeknya, jika tidak, maka ibunya yang harus keluar dari rumah kakeknya. Akhirnya, ibu Rina memanggil Rina pulang. Kembali ke rumah, bukan berarti penderitaannya selesai. Di rumahnya, Rina hampir setiap hari dimarahi ibunya menyangkut iman Kristennya. Jika ada acara "agama lain" di rumahnya, Rina harus membantu orang tuanya, tidak peduli dia sedang ada urusan pelayanan di gereja atau lainnya. Ketika SMU (kelas I), Rina memutuskan untuk dibaptis. Dia menerima hadiah sebuah Alkitab yang menjadi teman setianya kala sedih dan bingung. Suatu kali dia mencari-cari Alkitabnya, namun tidak ditemukannya. Dia tahu, ibunya telah menemukan tempatnya menyimpan Alkitab dan membuangnya.

Selama bertahun-tahun sehubungan dengan imannya, Rina mengalami tekanan dari orang tuanya. Dia pernah ditampar ayahnya dan harus keluar rumah lagi. Selama 1 tahun, dia kembali tinggal di rumah bibinya. Keinginannya hanya satu, bagaimana dia bisa mengasihi dan menghormati Tuhan, sekaligus menghormati dan mengasihi orang tuanya.

Sekarang Rina telah menjadi wanita yang matang secara iman dan mandiri secara finansial. Walaupun tanpa dukungan penuh orang tuanya, namun Bapa di surga memimpin dan memelihara hidupnya, sehingga sekarang memiliki pekerjaan yang baik. Dia mampu membantu keuangan keluarganya. Sekarang, orang tuanya tidak lagi terlalu menekan imannya dan dia bisa lebih leluasa mengasihi dan melayani Tuhan Yesus Kristus.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama buletin : Kasih Dalam Perbuatan, Edisi Mei - Juni 2012
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2012
Halaman : 3

Tinggalkan Komentar