Doa Seorang Anak Berusia Delapan Tahun

Bila memandang kesengsaraan Tuhan Yesus di atas kayu salib, dengan tubuh-Nya yang dilecuti cambuk berduri sehingga mengalir darah yang suci, betapa besar kasih-Nya buat manusia berdosa. Dengan kerelaan untuk menderita sengsara sampai mati merupakan keputusan Tuhan Yesus dalam menebus dosa dan segala penyakit kita agar kita dapat menikmati hidup dan menjadi saksi-Nya.

Firman Tuhan dalam 1 Petrus 2:24, "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." Pemahaman rohani seperti inilah yang sering kami ajarkan kepada anak-anak sejak balita. Berdoa, memuji Tuhan, dan bersaat teduh bersama merupakan pola kehidupan dalam rumah tangga kami. Akibatnya, sejak kecil, anak-anak terbiasa berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur, bersaat teduh pribadi telah menjadi sikap hidup sampai sekarang ini. Doa menggerakkan hati Allah untuk menyatakan kebesaran-Nya ketika disampaikan kepada anak-anak kita secara sungguh-sungguh dengan iman.

Saat itu, tanggal 9 Oktober 1998. Sepulang sekolah, badan Grace, anak kami yang kedua, terasa panas dan mukanya pucat. Tidak seperti biasanya, setiap menjelang acara ulang tahunnya pada tanggal 12 Oktober, Grace sangat bersemangat. Namun, kali itu, ia tampak sangat lesu. Padahal, aneka acara telah diusulkannya. Walaupun telah minum obat penurun panas dan antibiotik, suhu panas badannya hanya turun sesaat, tetapi kemudian naik lagi. Sekalipun tubuhnya masih panas, Grace merindukan agar pada hari ulang tahunnya, yang tinggal beberapa hari lagi itu, dapat dirayakan di sekolah saja. Sebagai orang tua, hati kami terharu. Satu-satu, kartu undangan dibuat sendiri dan ditulisi nama-nama temannya. Esoknya, hari Sabtu, 10 Oktober, memang panasnya agak menurun. Ia memaksakan diri masuk sekolah hanya untuk membagikan kartu-kartu undangan tersebut. Namun, sore harinya, suhu tubuhnya kembali memanas. Hari Minggu, kami bermaksud untuk membawanya ke dokter, tetapi hari itu tidak ada dokter yang praktik. Sementara itu, kakaknya, Vonette, dan adiknya, Cynthia, terus-menerus berdoa agar Grace segera sembuh agar esok hari dapat merayakan hari ulang tahunnya di sekolah. Doa kakak dan adiknya belum dikabulkan Tuhan. Minggu malam, panasnya masih tinggi. Keesokan harinya, hari Senin tanggal 12 Oktober, pagi-pagi kami membawa Grace ke rumah sakit. Ketika itu, Grace masih dapat berjalan sendiri. Dokter memberinya beberapa macam obat untuk diminum, tetapi tidak ada satu pun yang dapat dicerna oleh perutnya. Semuanya dimuntahkan. Dalam keadaan seperti itu, ia masih saja ingat bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya. Ia memohon supaya kami memberi tahu ibu gurunya di kelas tiga SD Trimulia supaya bungkusan kue-kue yang telah kami siapkan di sekolah dapat dibagi-bagikan ke teman-temannya. Namun, gurunya menolak dengan menyarankan agar menunggu sampai keadaan Grace sembuh benar. Malam harinya, panasnya mencapai 40° C.

Selasa, 13 Oktober, Grace diperiksa dokter spesialis anak. Diagnosa pertama adalah typhoid fever (typhus). Kami bersyukur bahwa obat yang diberikan dokter dapat diminumnya. Mulai dari pagi hingga malam hari, suhu tubuhnya berkisar antara 39° - 40,4° C. Namun, sepanjang hari Rabu, panasnya tidak juga turun walaupun telah minum obat secara ketat! Menghadapi perkembangan Grace yang kurang menyenangkan itu, pada pukul 20.30 malam itu juga, kami memutuskan untuk membawanya ke laboratorium guna diperiksa darahnya. Hasilnya, jumlah trombosit inti sel darah merahnya hanya 65.000 mm3. Sedangkan batas jumlah minimumnya adalah 150.000 mm3. Dengan berdoa dan tetap beriman kepada Tuhan Yesus, malam itu kami membawa Grace ke RS. St. Borommeus di Bandung untuk dirawat inap. Diagnosa kedua, Grace menderita demam berdarah. Esoknya, hari Kamis, panasnya masih berkisar antara 38.8° - 40° C. Hari itu, trombositnya menurun lagi menjadi 60.000 mm3. Hari Jumat, kami dikejutkan lagi dengan kondisi Grace yang semakin memburuk. Lehernya membengkak dan ia harus masuk ruang isolasi. Hari itu, tepat seminggu sejak pertama kali ia mengeluh sakit. Hari demi hari, trombositnya semakin turun hingga mencapai 9.000 mm3, dengan wajah dan seluruh badannya membengkak. Walaupun diberikan transfusi trombosit inti sel darah, tetapi tidak ada kenaikan jumlah trombosit yang berarti. Hasil USG dan laboratorium menunjukkan bahwa Grace menderita infeksi usus pankreas, demam berdarah, typhoid fever (typhus), gondongan secara bersamaan. Profesor dokter ahli darah yang memeriksanya mengatakan bahwa dalam kondisi seperti itu seharusnya pembuluh darah Grace sudah pecah! Saat itu, kami merasakan bahwa nyawa Grace sudah di ambang pintu! Saat itu, Grace ditangani dua dokter ahli anak, satu dokter ahli darah dan satu dokter ahli bedah. Bersyukur, kami memiliki saudara-saudara seiman yang terus datang dan berdoa baginya. Di tengah penderitaan yang berat ini, saya mengamati bahwa walaupun panas badannya mencapai 40,1' C, tidak sekalipun Grace mengigau. Ia tetap dalam keadaan terjaga. Pada tengah malam, ia berteriak dan itu mengagetkan saya. Ia berteriak, "Aku percaya Yesus! Aku percaya Yesus! Aku usir Iblis, aku usir Iblis." Hal itu diulanginya lagi selang beberapa menit. Seperti tersengat, saya mendengar doa Grace yang keras dan spontanitas. Hal itu memberikan semangat dan kekuatan baru kepada saya untuk berdoa dan menjamah dahinya dengan memohon agar doa Grace menjadi kenyataan. Hari Jumat, dokter memberikan protein untuk menaikkan trombosit Grace. Protein tersebut sangat mahal, waktu itu harganya Rp 1.650.000 per 100 cc. Tuhan menyatakan mukjizat-Nya, trombosit Grace naik secara drastis dari 9.000 mm3 terus meningkat menjadi 320.000 mm3. Puji Allah Jehova Rapha! Allah yang menyembuhkan! Allah mendengarkan doa Grace yang mengusir Iblis dan menyatakan imannya pada Tuhan Yesus. Hari Senin, 26 Oktober 1998, tepat dua minggu setelah hari ulang tahunnya, Grace dapat pulang ke rumah dengan sukacita. Sebagai pelayan Tuhan, kami jelas tidak mampu membayar biaya rumah sakit yang sangat mahal. Tetapi dengan kasih dan kemurahan Allah, semua biaya rumah sakit dan keperluan keluarga selama ia sakit telah diselesaikan Tuhan melalui anak-anak-Nya tanpa meninggalkan utang. Halleluya!

Hari-hari berikutnya, Grace mengalami banyak kasih dan kemurahan Tuhan. Sekarang, ia sudah bersekolah di BPK 5 Penabur, Bandung, kelas satu. Hadiah ulang tahun permintaannya saat sakit baru dapat kami kabulkan dengan mengajak Grace jalan-jalan ke Singapura ketika kami diundang seminar penginjilan hamba Tuhan se-Asia Tenggara SEACOE bulan Juli tahun lalu, selama seminggu. Doa seorang anak yang beriman pada Tuhan Yesus besar kuasanya.

Diambil dan disunting dari:

Judul Renungan : Hana (Renungan Harian Khusus Perempuan)
Penulis : Agus Mudjiono
Penerbit : Yayasan Bina Kasih Keluarga Indonesia/YBKKI, Bandung, April 2003
Halaman : 5, 26 -- 27

"Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa." (Yesaya 61:11)
< http://alkitab.sabda.org/?Yes+61:11 >

Tinggalkan Komentar