Harta hilang, Kembali Berlipat Ganda

Kalaupun rumah, mobil, dan seluruh harta yang ada saya jual, itu tidak cukup untuk membayar hutang saya pada puluhan supplier. Untunglah, mereka sangat mengerti keadaan saya pada waktu itu. Saya terharu dengan kebaikan mereka. Mereka tidak menekan saya untuk bayar hutang, tapi malah sebaliknya, mereka memberi dorongan saya untuk bangkit," kata Jemmy Suhadi, pemilik Chic's Musik, toko alat musik dan Lembaga Pendidikan Musik di JI. Pemuda 65 Rawamangun, Jakarta Timur.

Dijarah dan Dibakar

Peristiwa penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) 27 Juli 1996 di JI. Diponegoro itu tak mungkin terhapus dalam kenangan Jemmy. Dalam peristiwa itu, tokonya yang berjarak kira-kira 1 km dari kantor PDI dijarah dan dibakar massa.

Siang jam 13.00 WIB, massa memenuhi jalan di sekitar kantor PDI. Demi keamanan, Jemmy menyuruh semua karyawan perempuan untuk segera pulang. Teriakan "Bakar! Bunuh!" terasa makin dekat di telinga Jemmy. Lalu karyawan laki-laki pun diperbolehkan pulang. Namun, akhirnya balik lagi karena tidak bisa keluar. Massa tumpah ruah, memadati jalan.

Dari lantai dua tokonya, Jemmy melihat semua yang terjadi di sekitarnya. Jam 14.00 WIB, massa mengeluarkan barang-barang dan membakar isi rumah milik adik Presiden Soeharto yang berjarak dua rumah dari tokonya itu. Api berkobar. Asap membubung tinggi. Satu jam kemudian, minimarket di dekat Chic's dijebol dan dijarah.

"Pintu besi di bawah sudah kami tutup. Saya dan sembilan karyawan berada di atas. Saya berdoa, berserah pada Tuhan. Permohonan saya pada waktu itu adalah, 'Tuhan kalau terjadi apa-apa, tetaplah Engkau menjagai kami, agar di antara kami nggak kenapa-kenapa'."

Jam 16.00 WIB listrik mati. Gelap total dan gedung terasa panas. Situasi di luar semakin ramai. Jemmy mencoba tenang. Ia masih bisa menelepon keluarga dan beberapa teman lewat handphone. Karena beberapa pertimbangan, ia tetap bertahan.

Namun sungguh di luar perkiraan, massa merangsek sampai di depan Chic's Musik. Jemmy terhenyak, kepalanya merunduk, beberapa lama ia memejamkan mata. Ya, Tuhan! Apa yang akan terjadi? Degup jantung Jemmy tak beraturan. Karyawan yang mendampinginya pun tak kalah panik. Namun jelas tak bisa berbuat apa-apa. Mau keluar lewat pintu depan, jelas tidak mungkin. Lagi-lagi Jemmy mendengar teriakan, Bunuhhhh! Bakarrr!

Sekitar 18.00 WIB, Jemmy mendengar pintu besi digedor hingga menimbulkan bunyi sangat keras dan memekakkan telinga. Suara massa semakin gaduh bercampur dengan suara pintu yang dibuka paksa. Situasi rawan! Tak ada jalan lain. Kalau mau keluar, satu-satunya jalan adalah lewat atas. Tak mungkin lagi mereka bertahan.

"Kami berlari. Kami panik karena selisih tiga ruko dari kami, api berkobar. Kami jebol plafon dan keluar lewat genteng. Saya dan karyawan gantian lompat. Saya terjatuh di genteng rumah orang yang kebetulan adalah pemilik tempat yang saya sewa untuk Chic's rnusik itu. Saya ditolong mereka," kata pria kelahiran Medan, 7 Mei 1957 yang mendirikan toko alat musik pada 1 Oktober 1989.

Tangan Tuhan dalam Berbagai Bentuk

Jemmy amat terpukul dengan peristiwa itu. "Kalaupun rumah, mobil dan seluruh harta yang ada saya jual paling banter sekitar 250 juta. Itu tidak cukup untuk membayar hutang saya pada puluhan supplier sekitar 1M. Artinya, kalaupun saya jual seluruh harta dan kami sekeluarga hidup di kolong jembatan, itu tidak menyelesaikan masalah," kata Jemmy sambil menggelengkan kepalanya.

Jemmy mendengar dari beberapa orang, massa berhasil menjebol tokonya dan menjarah alat musik. Ada yang menentengnya, namun beberapa penjarah menggunakan gerobak dan bajaj untuk mengangkut hasil jarahan.

"Apa yang saya kumpulkan selama tujuh tahun, ludes dalam sekejap dan menyisakan hutang. Meskipun yang saya alami adalah kasus force majeure, saya tetap melihatnya sebagai hutang," jelasnya.

Hari-hari setelah peristiwa itu, Jemmy banyak termenung. "Dia shock berat. Setiap kali dengar kata massa, api atau suara mobil pemadam kebakaran, dia langsung seperti orang bingung. Satu bulan lebih, Pak Jemmy diam saja. Diajak berdoa pun, dia hanya ngangguk, matanya menerawang. Tidak merespons," jelas Ninawati, istri Jemmy.

Nina terus berusaha menguatkan Jemmy walaupun ia sendiri juga tak kalah bingung. Akhir 1995, Nina telah mengundurkan diri dari Korea Indonesia Petrolium Company (KIPCO) karena ingin lebih konsentrasi mengurus anak dan pelayanan. Mereka tidak punya penghasilan. "Banyak teman seiman datang dan berdoa bagi kami. Beberapa dari mereka memberi uang. Bahkan yang sangat mengagetkan, mantan boss saya di KIPCO menelepon dan meminta saya datang ke kantor untuk mengambil "gaji" selama tiga bulan. Coba bayangkan? Meski saya bukan karyawan lagi, selama tiga bulan berturut-turut, saya masih "gajian". Karya Tuhan memang luar biasa," kata Nina bersemangat.

Didorong Supplier

Para supplier terus mendorong Jemmy untuk segera mencari tempat baru. "Masih mau usaha nggak? Pertanyaan itu kerap mereka lontarkan. Saya mulai bangkit, tidak boleh larut dalam masalah," kenangnya.

Salah satu yang membesarkan hati adalah setiap hari, 13 karyawannya "berkantor" di rumah Jemmy kendati belum ada pekerjaan. Itu juga yang membuatnya tidak bisa selamanya diam. Bukankah mereka juga mengharapkan pekerjaan?

Jemmy mulai mencari kontrakan dan 3 bulan kemudian, November 1996, ia mendapat tempat yang lebih luas yaitu di Jl. Pemuda no. 9 Rawamangun, Jakarta Timur. "Semua bekerja keras. Karyawan perempuan ikut juga mengecat tembok," kenang Jemmy sembari tertawa. Di tempat baru inilah, Jemmy membuka les musik. Satu per satu, murid berdatangan. Tak pernah menyangka, tahun pertama terkumpul 200 murid. Jumlah yang tidak sedikit.

"Ide sekolah musik itu bermula dari ngobrol dengan beberapa musisi yang ingin menyalurkan bakat. Di sisi lain, ada orang yang mau belajar tapi bingung mau belajar pada siapa. Nah, Chic's menjadi media bagi mereka. Bertemulah mereka di sini."

Lembaga pendidikan musik yang melibatkan musisi terkenal yang tak diragukan lagi kualitasnya itu menjadi nilai tersendiri bagi Chic's. Murid terus bertambah, mencapai 500 orang. Jumlah yang fantastik! Ruang belajar akhirnya tak dapat lagi menampung.

Ketika kontrakan habis, Jemmy berniat mencari tempat lain yang lebih luas. Salah satu konsumennya yang tak seiman kebetulan bekerja di bank bagian kredit dan mendorongnya untuk membeli saja. "Wah, nggak kepikir,uang dari mana? Saya tidak punya aset untuk jaminan. Bapak itu bilang tempat yang dibeli itulah jaminannya."

April 2000, lewat proses bank yang sangat ajaib, terbelilah tempat dengan luas tanah 740 ml, seharga 2,25 M! Setelah renovasi selama setahun, Juli 2001, Chic's mus ik pindah. Di atas tanah itulah, kini berdiri bangunan seluas 1500 m2, dua lantai terdiri dari ruang kelas, showroom, ruang kantor, dan auditorium. Kini Chic's mempekerjakan 25 karyawan. Sementara, di lembaga pendidikan musiknya, ada 45 guru pengajar yang handal.

Tak pernah terbayangkan. Semua itu seperti mimpi! "Sering kali saat melihat tempat ini, saya seperti tak percaya, ini diberikan Tuhan bagi kami. Tuhan telah mengembalikan berlipat apa yang pernah hilang dulu. Setiap kali kami membayar kewajiban kami di bank, Tuhan selalu menyediakan dananya," ujar bapak Thomas Sebastian dan Gladys Priskila tersenyum.

Aktif Pelayanan Penjara

Sisi lain yang menarik dari Jemmy adalah pelayanannya. Dari tahun 1991, ia aktif pelayanan penjara. Tiga tahun lalu, setelah gedung ini ada, bersama empat hamba Tuhan lainnya, mereka mengadakan ibadah untuk mantan napi dan keluarganya. Awalnya, Jemmy hanya menyediakan tempat dan dana. Namun, pada perkembangan selanjutnya, ketika ada permintaan menikah atau baptis, mereka tak dapat melakukannya karena yayasan. Hal ini membawa mereka menjadi anggota GBI pada September 2003.

Dari tim pelayanan yang ada, Jemmy diajukan untuk menjadi gembala sidang. Lewat Sidang Majelis Daerah Juli 2004, Jemmy ditahbiskan menjadi Pendeta pembantu.

Hidup Jemmy adalah hidup yang berbagi dan memberi. Hidup yang berkorban bagi orang lain. Ia sadar betul bahwa semua yang dimilikinya hanyalah anugerah Allah semata.

Jemmy tak akan pernah lupa pada tangan-tangan yang telah menopang saat kesusahan menimpanya. Itu tangan Tuhan!

Diambil dari:

Judul buku : Karena Dia
Penulis : Niken Maria Simarmata
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta
Halaman : 51 -- 60

Tinggalkan Komentar