Lahir Baru

Gambar: KISAH_lahir_baru

Saya bertobat pada usia belum genap 9 tahun setelah mendengar khotbah pendeta kami yang melayani Sidang Jemaat Nasareth. Pendeta Davis berkata bahwa cerita yang ia sampaikan itu adalah "cerita yang terbesar di dalam dunia". Itulah suatu cerita yang senantiasa baru, tentang Yesus Kristus. Pendeta Davis menyampaikan kisah yang amat indah, yang dimulai dengan kelahiran Yesus di dalam palungan dan diakhiri dengan penyaliban dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Dikisahkan bagaimana Yesus dengan kuasa-Nya menyembuhkan orang buta sehingga celiklah mata orang itu; bagaimana Ia menjamah telinga orang tuli, sehingga dapat mendengar; bagaimana Ia menahirkan orang kusta; bagaimana Ia memberi makan orang banyak dengan 5 roti dan 2 ikan yang ada pada seorang anak laki-laki; bagaimana Ia melalui padang belantara di bawah terik matahari di tanah Galilea untuk menyampaikan kabar Injil kepada orang banyak; bagaimana Ia berjalan di atas permukaan air dan tidak tenggelam. Dikisahkan selanjutnya, bagaimana bangsa Yahudi sesudah menyaksikan segala mukjizat ini, tetap menangkap-Nya dan melubangi kedua tangan-Nya yang amat mulia itu dengan "paku-paku besar". Dan bagaimana seorang prajurit menikam rusuk Yesus dengan tombaknya, sehingga darah dengan air mengalir keluar dari dalam tubuh-Nya. Dan dengan demikian, darah Sang Raja itu ditumpahkan. Lalu dikatakannya, bahwa "darah ini" masih berkuasa hingga saat ini untuk menyelamatkan kita dari segala dosa dan menyembuhkan tubuh kita dari segala penyakit.

Jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Jalan Tuhan adalah jalan yang terbaik.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Itulah pesan terindah yang pernah saya dengar. Dengan suara tenornya yang baik sekali, Pendeta itu mulai menyanyikan sebuah kidung dalam kata-kata yang kira-kira sebagai berikut:

Manis, lembut Tuhan Yesus memanggil;

Panggil engkau dan saya;

Di pintu surga Dia berjaga sambil menunggu kau dan saya.

O mari datanglah, kau yang lelah, marilah;

Manis lembut, Tuhan Yesus memanggil;

Mari, pulang pada-Nya..

Air mata saya mengalir tanpa saya sadari. Saya berlutut dan memohon kepada Tuhan Yesus untuk menyelamatkan saya. Sementara saya berlutut, tampaklah oleh saya suatu penglihatan tentang keadaan saya sendiri, yang tampak berwarna hitam. Saya mengetahui bahwa saya tak dapat ke surga dengan hati yang berwarna hitam, yaitu hati yang penuh dosa. Kemudian tampaklah penglihatan lain: di atas sebuah bukit yang jauh, saya melihat sebuah kayu salib yang kasar, dan di atas salib itu muncullah huruf-huruf yang cemerlang. Saya membaca kata-kata sebagai berikut: "Ia mati bagimu."

Saya berkata: "Tuhan Yesus, sekarang saya mengetahui bahwa Tuhan telah melaksanakan hal itu, dan saya ingin dilepaskan dari segala dosa saya." Lalu saya melihat sebuah pintu besar berbentuk hati di hadapan saya. Tuhan Yesus menuju ke sana dan mengetuk pintu itu. Tidak nampak sebuah tombol atau pegangan di bagian luar dari pintu itu. (Pintu itu harus dibuka dari dalam oleh penghuninya sendiri.) Kemudian Ia mengetuk untuk kedua kalinya, dan pada ketiga kalinya pintu itu terbuka lebar. Tuhan Yesus masuk melalui pintu itu dan saya mengetahui bahwa saya sudah diselamatkan. Saya merasa beban dosa saya telah lenyap pada saat itu juga. Tuhan Yesus berdiam di dalam hati saya, oleh sebab itu jika Ia menyuruh saya pergi memberitakan Injil, saya pasti akan mengetahui hal itu. Saya berkata kepada Pendeta Davis bahwa saya hendak menjadi seorang penginjil. Lalu diletakkannya tangannya dengan lembut ke atas kepala saya dan mengucapkan berkat bagi saya. Di kemudian hari, berkatalah ia kepada orang tua saya: "Jangan sekali-kali menahan anak ini dari panggilan Tuhan. Belum pernah saya menjumpai seorang anak sebaya dia yang mendapat pengalaman dari Tuhan seperti dia." Akan tetapi, iblis mulai menekan hidup saya. Satu-satunya keringanan yang saya peroleh pada saat itu terjadi oleh karena doa-doa yang dipanjatkan oleh ibu saya. Ayah tidak beriman sekuat ibu yang yakin dalam hatinya bahwa Tuhan Yesus akan menyembuhkan saya. Namun, ayah adalah seorang bapa yang baik, yang tak pernah menghalang-halangi ibu untuk berdoa bagi saya. Ibu sangat mengasihi Tuhan Yesus. Saya mengetahui bahwa ibu lebih mengenal Tuhan Yesus dari siapa pun di antara sahabat dan kenalan kami. Agaknya ibu mengetahui bagaimana cara ia harus menguatkan iman saya kepada Tuhan, agar satu saat kelak saya akan menerima kesembuhan dari pada-Nya.

Saat yang teramat gelap bagi saya adalah tatkala saya diangkut dengan sebuah tandu melalui lorong rumah sakit. Dokter menghampiri saya dan menghentikan tandu itu. Lalu ia memandang kepadaku sambil berkata: "Betty, tulang belakangmu telah kami foto dengan sinar X. Setiap ruas tulang belakang tidak pada tempatnya, tulang-tulang itu menggeliat dan tumbuh melekat. Engkau membutuhkan sebuah ginjal baru, karena selama ginjal lama itu masih ada, engkau senantiasa merasa sakit."

Namun, ayah saya berkata: "Tidak, saya akan berbuat segala sesuatu dengan segenap kemampuan saya agar anakku ini sembuh. Akan tetapi saya tidak ingin pisau bedah menyentuh tubuh anak saya."

Maka saya tak pernah mengalami suatu pembedahan, kecuali pada saat Tuhan Yesus melakukan pembedahan atas tubuh saya, dan Ia tidak meninggalkan bekas-bekas luka sedikit pun pada tubuh saya. Betapa ajaib jika Tuhan Yesus melaksanakan sesuatu bagi kita; hal itu selalu sempurna dan tidak meninggalkan bekas-bekas yang buruk.

"Baiklah, tuan Baxter," demikian kata dokter itu, "kami tidak yakin bahwa kami dapat mengembalikan tulang-tulang yang tak teratur itu pada tempat yang semula di dalam tubuh Betty. Sebaiknya tuan membawanya pulang saja dan sedapat mungkin buatlah ia merasa berbahagia."

Ketika itu saya berusia 11 tahun dan saya tidak menyadari sedikit pun bahwa dokter itu menyuruh saya pulang untuk meninggal dunia di rumah. Saya memandang dokter itu dan berkata: "Ya, Dokter, tetapi satu saat kelak Tuhan akan menyembuhkan saya. Pada saat itu, saya berada dalam keadaan sehat." Saat itu, saya penuh iman, oleh sebab ibu telah membacakan firman Tuhan kepada saya dan menceritakan perihal Tuhan Yesus, sehingga saya memiliki iman yang teguh. Ada suatu ayat yang sangat disukai oleh ibu pada saat itu, yang berbunyi demikian: "Segala perkara boleh jadi bagi orang yang percaya." Dan juga ayat yang mengatakan: "Bagi Allah, tidak ada perkara yang mustahil."

Saya dibawa pulang dan dokter mengatakan bahwa saya akan segera meninggal dunia. Keadaan saya semakin memburuk. Sakit yang saya derita sebelumnya terasa tak berarti jika dibandingkan dengan penderitaan saya setelah tiba di rumah. Mata saya menjadi buta dan selama berminggu-minggu lamanya saya tak dapat melihat sesuatu. Saya menjadi tuli dan tak dapat mendengar sesuatu, lidah saya menjadi kelu, dan saya tak dapat berbicara. Lidah saya membengkok dan tak dapat digerakkan.

Kemudian sembuhlah saya dari penyakit buta, tuli, dan kelu itu. Agaknya saya telah diikat oleh suatu kuasa yang mengerikan yang berusaha membinasakan saya. Akan tetapi, setiap hari ibu senantiasa berdoa bersama saya dan berkata bahwa Tuhan dapat menyembuhkan saya. Saya tidak dapat mengatakan berapa hari saya tak melihat seorang pun, kecuali ibu, ayah, dan dokter. Selama bertahun-tahun, saya berbaring di tempat yang keadaannya sangat sunyi dan jauh dari keramaian dunia. Saya mendapatkan satu hal: para dokter dapat mengasingkan saya dari mereka yang saya kasihi, mereka dapat menjauhkan kawan-kawan saya dari tempat tidur saya, namun mereka tak dapat menjauhkan saya dari Tuhan Yesus, oleh karena Ia telah berjanji: "Sekali-kali tiada Aku akan membiarkan engkau, dan sekali-kali tiada Aku meninggalkan engkau."

Selama tahun-tahun yang sunyi ini, saya mulai mengenal Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan. Ada banyak orang yang berkata: "Betty, mengapa Tuhan tidak menyembuhkan engkau saat engkau masih kecil dan memiliki iman yang begitu besar?"

Saya tidak tahu. Jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Jalan Tuhan adalah jalan yang terbaik. Namun, ada satu hal yang saya tahu -- selama tahun-tahun yang sunyi dan penuh penderitaan itu, saya mengenal Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh. Ia berada di lembah kekelaman bersama dengan kita. Ialah Bunga Bakung di lembah, dan Saudara akan menjumpai Dia bila Saudara mencari Dia. Di sanalah Saudara akan melihat Dia di tempat yang rindang.

Download Audio

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku : Kesembuhan Ilahi yang Diterima oleh Betty Baxter
Penulis : Betty Baxter
Penyunting : Heru Tjandra Mulia dan Luciana Candra
Penerbit : Nafiri Fajar Media Group, Surabaya 2004
Halaman : 10 -- 15

Saya bertobat pada usia belum genap 9 tahun setelah mendengar khotbah pendeta kami yang melayani Sidang Jemaat Nasareth. Pendeta Davis berkata bahwa cerita yang ia sampaikan itu adalah "cerita yang terbesar di dalam dunia". Itulah suatu cerita yang senantiasa baru, tentang Yesus Kristus. Pendeta Davis menyampaikan kisah yang amat indah, yang dimulai dengan kelahiran Yesus di dalam palungan dan diakhiri dengan penyaliban dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Dikisahkan bagaimana Yesus dengan kuasa-Nya menyembuhkan orang buta sehingga celiklah mata orang itu; bagaimana Ia menjamah telinga orang tuli, sehingga dapat mendengar; bagaimana Ia menahirkan orang kusta; bagaimana Ia memberi makan orang banyak dengan 5 roti dan 2 ikan yang ada pada seorang anak laki-laki; bagaimana Ia melalui padang belantara di bawah terik matahari di tanah Galilea untuk menyampaikan kabar Injil kepada orang banyak; bagaimana Ia berjalan di atas permukaan air dan tidak tenggelam. Dikisahkan selanjutnya, bagaimana bangsa Yahudi sesudah menyaksikan segala mukjizat ini, tetap menangkap-Nya dan melubangi kedua tangan-Nya yang amat mulia itu dengan "paku-paku besar". Dan bagaimana seorang prajurit menikam rusuk Yesus dengan tombaknya, sehingga darah dengan air mengalir keluar dari dalam tubuh-Nya. Dan dengan demikian, darah Sang Raja itu ditumpahkan. Lalu dikatakannya, bahwa "darah ini" masih berkuasa hingga saat ini untuk menyelamatkan kita dari segala dosa dan menyembuhkan tubuh kita dari segala penyakit.

Itulah pesan terindah yang pernah saya dengar. Dengan suara tenornya yang baik sekali, pendeta itu mulai menyanyikan sebuah kidung dalam kata-kata yang kira-kira sebagai berikut:

Manis, lembut Tuhan Yesus memanggil;
Panggil engkau dan saya;
Di pintu surga Dia berjaga sambil menunggu kau dan saya.
O mari datanglah, kau yang lelah, marilah;
Manis lembut, Tuhan Yesus memanggil;
Mari, pulang pada-Nya..

Air mata saya mengalir tanpa saya sadari. Saya berlutut dan memohon kepada Tuhan Yesus untuk menyelamatkan saya. Sementara saya berlutut, tampaklah oleh saya suatu penglihatan tentang keadaan saya sendiri, yang tampak berwarna hitam. Saya mengetahui bahwa saya tak dapat ke surga dengan hati yang berwarna hitam, yaitu hati yang penuh dosa. Kemudian tampaklah penglihatan lain: di atas sebuah bukit yang jauh, saya melihat sebuah kayu salib yang kasar, dan di atas salib itu muncullah huruf-huruf yang cemerlang. Saya membaca kata-kata sebagai berikut: "Ia mati bagimu."

Saya berkata: "Tuhan Yesus, sekarang saya mengetahui bahwa Tuhan telah melaksanakan hal itu, dan saya ingin dilepaskan dari segala dosa saya." Lalu saya melihat sebuah pintu besar berbentuk hati di hadapan saya. Tuhan Yesus menuju ke sana dan mengetuk pintu itu. Tidak nampak sebuah tombol atau pegangan di bagian luar dari pintu itu. (Pintu itu harus dibuka dari dalam oleh penghuninya sendiri.) Kemudian Ia mengetuk untuk kedua kalinya, dan pada ketiga kalinya pintu itu terbuka lebar. Tuhan Yesus masuk melalui pintu itu dan saya mengetahui bahwa saya sudah diselamatkan. Saya merasa beban dosa saya telah lenyap pada saat itu juga. Tuhan Yesus berdiam di dalam hati saya, oleh sebab itu jika Ia menyuruh saya pergi memberitakan Injil, saya pasti akan mengetahui hal itu. Saya berkata kepada Pendeta Davis bahwa saya hendak menjadi seorang penginjil. Lalu diletakkannya tangannya dengan lembut ke atas kepala saya dan mengucapkan berkat bagi saya. Di kemudian hari, berkatalah ia kepada orang tua saya: "Jangan sekali-kali menahan anak ini dari panggilan Tuhan. Belum pernah saya menjumpai seorang anak sebaya dia yang mendapat pengalaman dari Tuhan seperti dia." Akan tetapi, iblis mulai menekan hidup saya. Satu-satunya keringanan yang saya peroleh pada saat itu terjadi oleh karena doa-doa yang dipanjatkan oleh ibu saya. Ayah tidak beriman sekuat ibu yang yakin dalam hatinya bahwa Tuhan Yesus akan menyembuhkan saya. Namun, ayah adalah seorang bapa yang baik, yang tak pernah menghalang-halangi ibu untuk berdoa bagi saya. Ibu sangat mengasihi Tuhan Yesus. Saya mengetahui bahwa ibu lebih mengenal Tuhan Yesus dari siapa pun di antara sahabat dan kenalan kami. Agaknya ibu mengetahui bagaimana cara ia harus menguatkan iman saya kepada Tuhan, agar satu saat kelak saya akan menerima kesembuhan dari pada-Nya.

Saat yang teramat gelap bagi saya adalah tatkala saya diangkut dengan sebuah tandu melalui lorong rumah sakit. Dokter menghampiri saya dan menghentikan tandu itu. Lalu ia memandang kepadaku sambil berkata: "Betty, tulang belakangmu telah kami foto dengan sinar X. Setiap ruas tulang belakang tidak pada tempatnya, tulang-tulang itu menggeliat dan tumbuh melekat. Engkau membutuhkan sebuah ginjal baru, karena selama ginjal lama itu masih ada, engkau senantiasa merasa sakit."

Namun, ayah saya berkata: "Tidak, saya akan berbuat segala sesuatu dengan segenap kemampuan saya agar anakku ini sembuh. Akan tetapi saya tidak ingin pisau bedah menyentuh tubuh anak saya."

Maka saya tak pernah mengalami suatu pembedahan, kecuali pada saat Tuhan Yesus melakukan pembedahan atas tubuh saya, dan Ia tidak meninggalkan bekas-bekas luka sedikit pun pada tubuh saya. Betapa ajaib jika Tuhan Yesus melaksanakan sesuatu bagi kita; hal itu selalu sempurna dan tidak meninggalkan bekas-bekas yang buruk.

"Baiklah, tuan Baxter," demikian kata dokter itu, "kami tidak yakin bahwa kami dapat mengembalikan tulang-tulang yang tak teratur itu pada tempat yang semula di dalam tubuh Betty. Sebaiknya tuan membawanya pulang saja dan sedapat mungkin buatlah ia merasa berbahagia."

Ketika itu saya berusia 11 tahun dan saya tidak menyadari sedikit pun bahwa dokter itu menyuruh saya pulang untuk meninggal dunia di rumah. Saya memandang dokter itu dan berkata: "Ya, Dokter, tetapi satu saat kelak Tuhan akan menyembuhkan saya. Pada saat itu, saya berada dalam keadaan sehat." Saat itu, saya penuh iman, oleh sebab ibu telah membacakan firman Tuhan kepada saya dan menceritakan perihal Tuhan Yesus, sehingga saya memiliki iman yang teguh. Ada suatu ayat yang sangat disukai oleh ibu pada saat itu, yang berbunyi demikian: "Segala perkara boleh jadi bagi orang yang percaya." Dan juga ayat yang mengatakan: "Bagi Allah, tidak ada perkara yang mustahil."

Saya dibawa pulang dan dokter mengatakan bahwa saya akan segera meninggal dunia. Keadaan saya semakin memburuk. Sakit yang saya derita sebelumnya terasa tak berarti jika dibandingkan dengan penderitaan saya setelah tiba di rumah. Mata saya menjadi buta dan selama berminggu-minggu lamanya saya tak dapat melihat sesuatu. Saya menjadi tuli dan tak dapat mendengar sesuatu, lidah saya menjadi kelu, dan saya tak dapat berbicara. Lidah saya membengkok dan tak dapat digerakkan.

Kemudian sembuhlah saya dari penyakit buta, tuli, dan kelu itu. Agaknya saya telah diikat oleh suatu kuasa yang mengerikan yang berusaha membinasakan saya. Akan tetapi, setiap hari ibu senantiasa berdoa bersama saya dan berkata bahwa Tuhan dapat menyembuhkan saya. Saya tidak dapat mengatakan berapa hari saya tak melihat seorang pun, kecuali ibu, ayah, dan dokter. Selama bertahun-tahun, saya berbaring di tempat yang keadaannya sangat sunyi dan jauh dari keramaian dunia. Saya mendapatkan satu hal: para dokter dapat mengasingkan saya dari mereka yang saya kasihi, mereka dapat menjauhkan kawan-kawan saya dari tempat tidur saya, namun mereka tak dapat menjauhkan saya dari Tuhan Yesus, oleh karena Ia telah berjanji: "Sekali-kali tiada Aku akan membiarkan engkau, dan sekali-kali tiada Aku meninggalkan engkau."

Selama tahun-tahun yang sunyi ini, saya mulai mengenal Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan. Ada banyak orang yang berkata: "Betty, mengapa Tuhan tidak menyembuhkan engkau saat engkau masih kecil dan memiliki iman yang begitu besar?"

Saya tidak tahu. Jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Jalan Tuhan adalah jalan yang terbaik. Namun, ada satu hal yang saya tahu -- selama tahun-tahun yang sunyi dan penuh penderitaan itu, saya mengenal Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh. Ia berada di lembah kekelaman bersama dengan kita. Ialah Bunga Bakung di lembah, dan Saudara akan menjumpai Dia bila Saudara mencari Dia. Di sanalah Saudara akan melihat Dia di tempat yang rindang.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Kesembuhan Ilahi yang Diterima oleh Betty Baxter
Penulis : Betty Baxter
Penyunting : Heru Tjandra Mulia dan Luciana Candra
Penerbit : Nafiri Fajar Media Group, Surabaya 2004
Halaman : 10 -- 15

Tinggalkan Komentar