Selalu Ada Jalan Keluar

Sebagai keluarga Kristen, saya (BN) beruntung memunyai seorang oma yang takut akan Tuhan. Oma selalu mendorong cucu-cucunya untuk taat berdoa, membaca firman Tuhan, dan sering memeriksa apakah kami sudah melakukannya pada malam hari sebelum kami tidur. Saat liburan, kami selalu bermain sampai larut malam. Biasanya kami cepat-cepat berdoa dan membaca Alkitab sebelum bermain agar saat ditanya Oma, kami dapat menjawab "sudah" dan boleh langsung tidur. Sejak kecil, kami diajarkan untuk rajin memberi persembahan di gereja. Untuk itu, Oma selalu menyiapkan uang yang masih baru. "Memberi persembahan kepada Tuhan haruslah yang terbaik," katanya.

Mama, yang sejak muda menjadi guru sekolah minggu, selalu mendorong kami untuk melayani Tuhan. Bahkan di dalam doanya, ia selalu memohon agar semua anak-anaknya: saya, Niko (kakak), Kristin (adik) menjadi pendeta agar bisa membimbing banyak orang hidup dalam keselamatan, pengharapan, dan kebahagiaan di dalam Tuhan Yesus -- Juru Selamat dan Raja Damai itu. Hal itu membuat saya percaya bahwa doa yang sungguh- sungguh dari seorang ibu pastilah didengar Tuhan. Jika orang tua menabur kebenaran dalam hidup ini, keturunannya juga pasti dipelihara dalam berkat Tuhan. Papa adalah seorang yang jujur dan disiplin dalam pekerjaan. Suatu hari di perusahaannya ada pergantian manajemen, sehingga Papa, yang sebelumnya diberi tanggung jawab sebagai pimpinan cabang, diberhentikan dari perusahaan. Hal itu membuat saya dan Niko harus berhenti sekolah di Malang karena tidak ada biaya.

Tahun 1965, kami pindah dari Malang kembali ke Bondowoso, dan bersekolah di sana. Untuk meneruskan biaya sekolah, orang tua kami tidak berputus asa. Mereka berjualan kacang goreng dengan dititipkan pada warung-warung kecil di pinggir jalan. Suatu ketika saya pernah diminta untuk mengantar kacang dagangan itu ke kios-kios rokok dan warung, namun saya menolaknya mentah-mentah karena saya malu. Papa tidak memarahi saya karena hal itu. Tanpa banyak bicara, ia mengambil sepeda tuanya dan mengantar sendiri kacang-kacang itu. Saya begitu tertempelak akan peristiwa itu, Papa yang dulunya seorang direktur dan biasa naik mobil, kini tanpa malu dengan sepeda tuanya menjajakan kacang goreng demi kelangsungan hidup keluarganya. Peristiwa itu membuat saya belajar dari Papa bagaimana menghadapi perubahan kehidupan dengan penuh ketegaran dan tanggung jawab. Jangan takut menghadapi kesulitan hidup ini, tapi hadapi dengan keberanian dan kesungguhan hati, sebab di dalam Tuhan Yesus selalu ada jalan keluar!

Beberapa waktu berlalu, akhirnya Papa mendapat pekerjaan lagi sebagai pimpinan di suatu perusahaan sehingga kami bisa melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Niko lulus sebagai insinyur pertanian dan saya lulus sebagai insinyur teknik sipil dari Universitas Kristen Petra, Surabaya. Di situ juga saya berjumpa dengan seorang mahasiswi cantik bernama Linda saat Masa Prabakti Mahasiswa (Mapram). Kami menikah pada tahun 1973. Saya mengucap syukur kepada Tuhan Yesus yang memberikan Linda sebagai istri. Karena Linda, sejak remajanya, juga adalah seorang yang sangat kuat prinsip kekristenannya. Ia berlaku disiplin dan mengajar dengan bijak pada ketiga anak kami, yaitu Olivia, Raymond, dan Herbert untuk hidup mengasihi dan menghormati Tuhan. Saat kami berdua, suami-istri, bersepakat dan berdoa, apapun masalahnya Tuhan selalu memberikan jalan keluar. Tuhan sungguh ajaib dan penuh mukjizat dalam kehidupan keluarga kami.

Pada waktu Raymond anak kami baru berumur 8 bulan, ketika sedang disuapi tiba-tiba bola matanya terbalik, hanya kelihatan putihnya saja dan hampir-hampir tidak bisa bernapas lagi. Kami sangat panik. Kami segera membawanya ke dokter. Melihat kondisi seperti itu, dokter menyarankan agar Raymond langsung dibawa ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit dan diperiksa, dokter memanggil kami berdua dan menjelaskan bahwa Raymond kemungkinan mengalami radang otak. Dan akibat dari radang tersebut dapat mengakibatkan kematian atau akan terjadi gangguan pada otaknya. Kejadian ini membuat kami sedih sekali, kemudian saya katakan kepada Linda bahwa kita terima saja kondisi terburuk yang akan terjadi. Tetapi justru dalam keadaan semacam ini, Linda sangat percaya bahwa Tuhan pasti sembuhkan Raymond. Karena dia percaya bahwa sejak dalam kandungan, kami sudah menyerahkan anak kami sepenuhnya kepada Tuhan untuk melayani-Nya.

Kata-kata yang penuh iman itulah yang menyadarkan saya untuk kami sepakat berdoa. Sambil bergandengan tangan, kami berseru: "Tuhan Yesus, tolong Raymond!" Tanpa perlu menunggu lama, setelah berdoa, terjadi mukjizat itu. Ketika Linda sedang memegang tangan Raymond, tiba-tiba tangannya bisa merespons dan pada waktu yang hampir bersamaan, kami melihat bola matanya kembali normal! Raymond sembuh total! Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus!

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama majalah : VOICE Indonesia, Edisi 95, Tahun 2008
Penulis : Nico Pelamonia/LM
Penerbit : Communication Department -- Full Gospel Business's Men Fellowship International -- Indonesia: Yayasan Usahawan Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta
Halaman : 5 -- 7

Tinggalkan Komentar