Perjalanan Misi Lottie Moon
Lottie Moon melayani sebagai misionaris selama 39 tahun di provinsi Shantung, China, tepatnya di Tungchow dan Pingtu. Sulit untuk menggambarkan keadaan di kota kecil di China pada tahun 1873, saat Lottie pertama kali menginjakkan kaki di kota itu. Lottie sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba mewah karena dilahirkan dalam keluarga pemilik tanah yang kaya raya di bagian Selatan Amerika Serikat, tetapi sekarang ia harus beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali baru dan asing, baik dari segi bahasa, budaya, makanan, maupun cara pemikiran, semuanya terasa sangat asing baginya. Adiknya, Edmonia Moon, tiba di China satu tahun sebelumnya dan ia mengalami culture shock atau kekagetan terhadap kebudayaan yang begitu luar biasa sehingga mengalami emotional breakdown atau gangguan secara emosi dan histeris. Adiknya akhirnya harus dipulangkan. Tidak semua orang, misionaris sekalipun, yang dapat bertahan di China pada tahun 1800-an.
Bagi Lottie, semuanya itu tidak menjadi masalah. Dengan penuh semangat, Lottie memulai studi bahasa serta mendalami sejarah dan budaya China. Dari segi pakaian dan tutur kata, ia berusaha untuk menjadi sama seperti orang-orang yang ingin dijangkaunya. Dalam waktu yang singkat, ia dapat menguasai bahasa China secara lisan, dan beberapa minggu setelah tiba di Tungchow, ia melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk membagikan buku kecil berisi Injil kepada para wanita. Pada waktu itu, badan misi yang mengutusnya tidak mengizinkan wanita untuk mengajar kaum pria.
Dalam bahasa China, orang asing, terutama orang kulit putih, disebut dengan sebutan "setan asing", tetapi Lottie berhasil membuat anak-anak di kotanya memanggilnya "wanita kue" (cookie lady) dengan selalu menyediakan kue-kue manis yang dibagikan kepada anak-anak. Setelah memakan kuenya, anak-anak sering kali akan mengajaknya ke rumah mereka dan dari situ Lottie memiliki kesempatan untuk membagikan Injil kepada ibu dari anak-anak tersebut. Selain dari penginjilan, Lottie memulai sebuah sekolah di rumahnya khusus untuk anak-anak perempuan. Dari Tungchow, Lottie mulai melakukan perjalanan misi ke pendalaman dan dalam waktu yang singkat berhasil membawa banyak orang untuk mengenal Tuhan.
Banyak dari antara orang yang diinjilinya adalah buta huruf. Di suatu kota bernama Huanghsien, Lottie meminta bantuan seorang sarjana Konfusius, Li Show Ting, untuk membacakan Alkitab kepada orang Kristen yang baru bertobat. Walaupun pada awalnya Li tidak percaya, tetapi karena hari demi hari ditugaskan membaca Alkitab, ia akhirnya mengakui kebenaran Injil. Sewaktu ia mengaku percaya, saudara-saudara kandungnya menganiayanya dengan memukul dan mencabik-cabik rambutnya, tetapi ia tetap teguh dalam imannya. Pada kemudian hari, saudara Li menjadi seorang penginjil yang terkenal dan dikabarkan telah membaptis lebih dari 10.000 orang selama pelayanannya.
Lottie Moon bekerja siang dan malam demi pengabaran Injil. Dalam waktu 6 bulan, ia telah berhasil mengunjungi sekitar 139 desa. Selama 14 tahun, ia tidak pernah pulang ke Amerika untuk cuti. Walaupun berat, tetapi ia tahu itulah harga yang harus dibayarnya karena pada saat itu misionaris yang berangkat ke ladang misi tidak pernah berpikir untuk pulang. Banyak yang disebabkan oleh penyakit dan kekurangan gizi meninggal di tempat pelayanan.
Namun, bagi Lottie, hal yang paling berat baginya adalah masalah kesepian. Dalam suratnya, ia pernah menulis, "Biarlah tidak ada misionaris yang akan mengalami kesepian seperti yang aku alami." Selama bertahun-tahun, Lottie harus melayani sendirian tanpa teman kerja. Namun demikian, Lottie sempat menjalin kembali hubungannya dengan seorang profesor di sekolah teologia di Amerika yang pernah melamarnya sebelum ia memutuskan untuk ke ladang misi.
Akan tetapi, pada waktu itu, Lottie menolak lamarannya. Pada tahun 1882, setelah berada di China selama 9 tahun, ia menulis surat kepada keluarganya bahwa ia telah bertunangan dan akan menikah pada tahun itu. Akan tetapi, akhirnya entah apa alasannya, pertunangannya dengan profesor Crawford Toy dibatalkan. Beberapa tahun kemudian, keponakan dari Lottie pernah bertanya apakah ia pernah jatuh cinta. Lottie menjawab, "Ya, tetapi Tuhan memiliki prioritas yang terutama atas hidupku, dan karena keduanya berkonflik, sangatlah jelas mana yang harus diutamakan." Walaupun ia mengaku tidaklah mudah hidup sendiri, tetapi Lottie tidak pernah mau mundur dari jalan yang sudah dipilihnya. Tahun-tahun setelah itu diwarnai penganiayaan yang dahsyat, perang, dan bencana kelaparan.
Pada tahun 1890, sewaktu Jemaat di Shaling dianiaya, Lottie langsung menuju ke tempat itu dan berkata kepada kepala penganiaya di situ, "Jika Anda mencoba untuk memusnahkan gereja ini, Anda harus membunuh saya terlebih dahulu. Yesus memberikan Diri-Nya bagi kami orang percaya. Sekarang, saya siap untuk mati bagi Dia." Dapat dibayangkan betapa anehnya situasi pada saat itu, seorang wanita bertubuh kecil dengan tinggi badan di bawah 130 cm mencoba menghadang massa yang sedang mengamuk. Ada yang berusaha untuk membunuhnya, tetapi dapat dihalang oleh yang lain. Lottie tidak pernah meninggalkan jemaat yang sedang dianiaya, ia berada bersama mereka sampai penganiayaan itu berhenti. Salah seorang Jemaat, Dan Ho-Bang, diikat ke batang kayu dan dipukul oleh kerabatnya setelah ia menolak untuk menyembah leluhurnya. Akan tetapi, tidak kira apa yang dilakukan ke atasnya, ia tetap menolak. Seperti yang selalu terjadi setelah penganiayaan, banyak orang bertobat, termasuk orang yang menganiaya karena mereka melihat ketabahan dan kesetiaan orang-orang percaya. Dan, Jemaat di Shaling menjadi gereja yang kuat dan melakukan banyak penginjilan ke daerah sekitarnya.
Revolusi China bermula pada musim gugur tahun 1911, Lottie yang sudah berusia 71 tahun pada waktu itu menolak untuk mengevakuasi diri, tetapi malah berangkat menuju zona perang. Ia ingin memulai pelayanan medis untuk menangani korban perang di kota Huanghsien. Periode itu merupakan permulaan dari kelaparan yang berkepanjangan, diiringi oleh tersebarnya berbagai wabah penyakit. Pada waktu itu, dana misi sudah tidak lagi tersedia dan Lottie harus menggunakan uangnya sendiri untuk menopang pelayanan. Lottie telah melihat dirinya sebagai orang China, tidak ada lagi tembok yang memisahkan dia dari orang yang dilayaninya. Melihat orang yang kelaparan dan tidak memiliki cukup dana untuk membantu, Lottie sendiri sering kali mengalami kelaparan bersama-sama dengan orang-orang Kristen yang ada di sekitarnya. Pada musim panas tahun 1912, fisiknya mulai melemah. Saat dibawa ke rumah sakit Baptis yang baru dibangun di China, doktor yang merawatnya menyimpulkan bahwa Lottie yang berat badannya hanya 24 kg mengalami kelaparan yang sungguh parah. Diputuskan bahwa Lottie harus segera dibawa pulang ke Amerika. Pada tanggal 12 Desember 1912, ditemani oleh seorang perawat, Lottie meninggalkan China dari pelabuhan di Shanghai. Akan tetapi, dua belas hari kemudian, saat kapal sedang berlabuh di Kobe, Jepang, Lottie mengembuskan napasnya yang terakhir, satu hari sebelum Natal 1912.
Semangat dan pengorbanan Lottie Moon tetap dikenang sampai hari ini lewat Lottie Moon Christmas Offering yang diselenggarakan setiap tahun oleh gereja-gereja Southern Baptist di Amerika Serikat. Dana yang terkumpul sejak pertama kali diselenggarakan telah mencapai miliaran rupiah yang semuanya dipakai untuk mendanai misi pelayanan. Sembilan puluh lima tahun setelah Lottie meninggalkan dunia ini, setiap tahun menjelang Natal namanya tetap dapat membangkitkan semangat umat Kristen untuk turut mengambil bagian dalam pengabaran Injil di seluruh dunia.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | My side Blog - The Beloved Son - Only For Christian |
Alamat situs | : | http://thebelovedson.blogspot.co.id/2014/07/kesaksian-hidup-misionaris-charlotte.html |
Judul asli artikel | : | Kesaksian Hidup Misionaris Charlotte (Lottie) Moon |
Penulis artikel | : | Anonim |
Tanggal akses | : | 3 Oktober 2016 |
Sedangkan kamu, waspadalah dalam segala hal, bertahanlah dalam kesukaran, kerjakanlah tugas pemberita Injil, dan selesaikanlah pelayananmu.
(2 Timotius 4:5, AYT)