Perjalanan Iman
Meskipun keluarga saya telah percaya Tuhan sejak lama, tetapi saya belum dibaptis di gereja sampai saya berumur 11 tahun. Saya tumbuh besar di kota metropolitan, London. Saya telah terbiasa dengan gaya hidup yang bebas dan modern. Sejak beranjak remaja, saya menghadapi tekanan yang lebih besar dari teman-teman sekolah. Saya harus bisa menyesuaikan diri dengan mereka dan dengan gaya berpakaian mereka, agar tidak dikatakan sebagai orang yang membosankan dan tidak tahu mode.
Seperti teman-teman, musik pop telah mengisi seluruh waktu saya. Banyak uang yang saya habiskan untuk membeli kaset, majalah, dan poster artis-artis pop. Saya juga menonton konser-konser musik pop yang terbaru. Meskipun ada perasaan tidak puas dan telinga saya terasa agak tuli karena mendengar suara musik konser yang keras, saya berusaha meyakinkan diri bahwa saya sedang bersenang-senang.
Pada waktu itu, jemaat gereja mengadakan kebaktian Sabat di sebuah restoran, lalu pindah ke sebuah gedung sewaan. Saya dan keluarga saya secara rutin mengikuti kebaktian. Tetapi bagi saya, mengikuti kebaktian-kebaktian itu merupakan suatu pergumulan yang besar. Saya menganggap khotbahnya terlalu panjang dan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sering membuat saya terlelap dalam tidur dan mimpi pendek. Dan tidak perlu dikatakan lagi, saya yang paling bersemangat untuk pulang ke rumah setelah kebaktian selesai.
Puji syukur atas tuntunan Tuhan, pos pelayanan di London sering mengadakan persekutuan, sehingga dengan begitu ikatan persaudaraan menjadi bertambah erat dan bersatu di dalam Roh. Berangsur-angsur, saya merasa seperti berada di rumah sendiri apabila sedang di tengah-tengah mereka. Pada waktu pelajaran agama dimulai, saya ikut dengan remaja-remaja lain belajar tentang firman Tuhan. Semakin lama belajar tentang Tuhan yang selama ini telah saya acuhkan, saya semakin merasa menyesal karena telah menghabiskan banyak waktu untuk mengejar "pengakuan sosial". Sekarang, saya mulai menjauhi gaya hidup yang lama.
Sebaliknya, Tuhan telah mengajar saya untuk mencari kerajaan dan kebenaran-Nya. Atas dorongan dari guru agama, saya mulai berdoa untuk memohon Roh Kudus. Puji Tuhan, akhirnya Tuhan memberikan karunia yang berharga itu kepada saya. Sekarang saya telah mengerti akan pentingnya menjadi orang yang terpilih. Di dalam dunia yang gelap ini, kita telah menjadi terang-Nya. Kita memuliakan Tuhan dengan bersinar di antara manusia. Pada waktu ada tekanan untuk mengikuti mode, yang bertentangan dengan ajaran Kristen, seharusnya kita meluangkan waktu untuk berpikir, apakah hal ini akan membuat Tuhan marah? Ditolak oleh banyak orang mungkin menyakitkan, tetapi Bapa di surga akan mengingat kita dan akan memberikan balasan atas kesetiaan kita. Tidakkah hal itu jauh lebih penting?
Saya tahu harus masih banyak belajar. Perjalanan saya masih panjang dan jalan itu keras. Jika tidak berhati-hati, dengan mudah saya akan jatuh dalam perangkap iblis. Tetapi saya berdoa agar Tuhan menuntun dan mengarahkan hidup saya, sehingga kesulitan apa pun yang saya hadapi, saya akan diberikan kekuatan karena Tuhan ada di sisi saya. Dan yang terpenting, Dia mengajar saya untuk menggunakan kesempatan untuk melayani-Nya selagi masih muda dan mampu bekerja. Akhirnya, saya akan selalu ingat nasihat rasul Paulus kepada Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau masih muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12)
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buletin | : | Warta Sejati, Edisi 32 September - Oktober 2002 |
Penulis | : | YH |
Penerbit | : | Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Indonesia, Jakarta 2002 |
Halaman | : | 17 -- 18 |