Tolonglah Aku!

Ditulis oleh: Dedy Yanuar

Inilah kesaksian saya mengenai sakit "Autoimun" yang saya derita. Suatu ketika, dokter telah memvonis bahwa saya menderita suatu penyakit yang belum ada obatnya dan saya tidak akan hidup lama lagi. Saya "shock" menerima kenyataan ini. Saya ingat lebih dari 10 tahun yang lalu, ada seorang dokter yang berkata kepada saya, "Penyakit kamu pasti bikin bangkrut orangtuamu." Saat itu, saya tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh dokter itu. Tidak lama kemudian, saya merasa sembuh dan bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Satu sampai 2 tahun kemudian, penyakit itu datang lagi dan membuat keadaan saya semakin parah sehingga saya tidak dapat beraktivitas seperti hari-hari biasanya. Saya memerlukan bantuan keluarga atau orang lain untuk melakukan segala sesuatu. Saya sempat sulit bernapas. Singkat cerita, saya divonis oleh dokter bahwa saya menderita penyakit Autoimun. Penyakit itu membuat saya digolongkan dalam kelompok difabel.

Saya menderita sakit dengan tiba-tiba dan keadaan saya begitu parah. Dengan begitu, mau tidak mau saya harus meminta pertolongan orang lain untuk menolong saya melakukan semua hal. Bagi saya, keadaan seperti ini sangat tidak mudah. Saya merasa sangat malu dan sedih karena saya sering merepotkan orang lain. Semakin lama, keadaan saya semakin parah dan lemah sehingga semua orang, bahkan keluarga saya, merasa tidak berdaya dengan keadaan saya. Sampai pada titik tertentu, saya menjadi sangat kecewa kepada Tuhan. Akan tetapi, perlahan-lahan, semua anggota keluarga dapat menerima keadaan saya. Mereka dapat menguatkan saya dan selalu berpesan, "Jangan pernah bosan untuk minta tolong jika kamu mau melakukan sesuatu." Melihat respons dari anggota keluarga, saya pun mulai berubah. Kekecewaan dan karakter saya, yang sebelumnya sangat tinggi hati dan gengsi untuk meminta bantuan, mulai dibentuk dan diubahkan Tuhan menjadi rendah hati. Saya pun mulai bisa meminta bantuan orang lain.

Tidak lama setelah peristiwa itu, saya mulai melakukan hal-hal yang masih bisa saya lakukan, seperti membaca buku dan bermain komputer. Hati saya kembali percaya kepada Tuhan, iman saya dikuatkan, dan saya pun kembali mengikuti ibadah pemuda. Akan tetapi, pada saat itu, saya masih merasa bahwa pergi ke gereja menjadi sebuah hiburan bagi saya. Setelah beberapa lama, Tuhan menaruhkan hati "yang melayani" kepada saya. Saya merasa ingin melayani Tuhan, tetapi saya berpikir dan berkata dalam hati, "Bagaimana mungkin saya bisa melayani di mimbar? Keadaan saya saja seperti ini." Saya sadar dengan keadaan saya. Karena itu, untuk bisa melayani di mimbar, itu adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi saya. Lalu, tidak lama setelah itu, gereja saya mengadakan rapat pemilihan pengurus pemuda. Pada saat itu, saya berinisiatif mengajukan diri menjadi pendoa syafaat untuk komisi pemuda. Rupanya inisiatif saya direspons dengan baik oleh kakak rohani saya. Akhirnya, sejak saat itu, saya menjadi pendoa syafaat bagi komisi pemuda.

Beberapa tahun kemudian, saya berinisiatif lagi untuk mengajukan diri menjadi pendoa syafaat bagi seluruh jemaat. Akan tetapi, niat saya kali ini ditolak oleh gembala saya. Beliau justru menawarkan pelayanan yang lain. Saya mendapat tawaran untuk membantu pelayanan bagian LCD. Mendengar tawaran ini, saya pun langsung setuju. Saya merasa pelayanan ini adalah anugerah Tuhan bagi saya. Setelah itu, kurang lebih satu tahun kemudian, saya diajak oleh Koordinator Sekolah Minggu untuk mengikuti training guru sekolah minggu. Awalnya saya menolak, tetapi ajakan itu terlontar lagi hingga dua kali. Koordinator Sekolah Minggu mengatakan supaya saya bisa datang dulu. Setelah saya pikir lagi, saya memutuskan untuk mengikuti training sekolah minggu. Akhirnya, saya melayani sebagai guru sekolah minggu. Selain itu, pelayanan-pelayanan yang lain juga dipercayakan kepada saya. Kalau dilogika, semuanya itu tidak mungkin dapat saya lakukan. Akan tetapi, satu hal yang pasti, semakin banyak saya dipercaya untuk mengerjakan pelayanan, maka semakin banyak pula saya memerlukan bantuan orang lain atau rekan sepelayanan untuk dapat mengerjakannya.

Untuk beberapa rekan sepelayanan, saya tidak segan-segan untuk meminta tolong pada mereka. Terlebih lagi untuk teman-teman yang sudah saya anggap seperti saudara. Kadang tanpa diminta tolong pun, mereka sudah langsung memberikan pertolongan kepada saya. Sungguh indah persatuan di dalam Tuhan.

Saya ingin mengatakan bahwa menderita penyakit Autoimun bukanlah sebuah vonis mati. Masih ada banyak hal yang bisa kita lakukan sekalipun kita harus minta bantuan orang lain. Sampai sekarang, saya masih belum sembuh, dan sebenarnya keadaan saya semakin parah. Akan tetapi, saya bersyukur karena dalam kelemahan pun, saya bisa melayani Tuhan -- melayani apa saja yang bisa saya lakukan meski saya tetap meminta bantuan orang lain ketika mengerjakan pelayanan yang Tuhan percayakan. Bersyukur juga, teman-teman saya selalu menolong saya.

Musuh utama penderita penyakit Autoimun adalah kehilangan iman, harapan, dan kasih. Jika salah satunya hilang, hidup terasa tidak berarti. Saya pernah kehilangan ketiga-tiganya. Karena itu, saya merasa bahwa hidup saya tidak ada artinya lagi dan hanya menjadi beban bagi orang lain. Iman dalam Kristus membangkitkan kasih dan pengharapan saya. Orang-orang yang menolong saya adalah penolong yang Tuhan sediakan bagi saya. Karena itu, jangan ragu untuk meminta pertolongan. Pengharapan dalam Dia memberikan satu kepastian bahwa ada masa depan bagi kita semua. Tidak akan dibiarkan-Nya kita sendiri, Ia ada beserta kita. Hidup kita dijamin penuh oleh Tuhan, sama seperti yang tertulis dalam Mazmur Daud, "Dari muda sampai tua, tidak pernah ia melihat anak cucu orang benar meminta-minta roti". Pengharapan dalam Kristus membuat kita tidak khawatir akan hari esok. Kasih yang Tuhan berikan membuat kita bisa mengasihi Allah dan sesama, menjadikan kita tidak egois, dan merefleksi diri bahwa masih ada orang yang lebih menderita dan parah keadaannya dibandingkan dengan kita.

Inilah kesaksian saya. Jangan segan untuk meminta tolong! Terlebih lagi saat akan melayani pekerjaan Tuhan. Bertolong-tolonglah dalam menanggung beban. Akhirnya, tetap kenakanlah iman, pengharapan, dan kasih. Tuhan memberkati!

"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:13)
< http://alkitab.sabda.org/?1Kor+13:13 >

Tinggalkan Komentar