Berkat yang Tersembunyi

Bertahun-tahun yang lalu, pada awal abad ke-20 saat saya masih kecil, ayah saya adalah seorang pendeta di sebuah gereja Baptis kecil di Eatonton, Georgia Tengah, tempat kelahiran Joel Chandler Harris -- pencipta tokoh "Uncle Remus" yang legendaris.

Kami menyukai kota itu dan orang-orang yang tinggal di situ, tetapi penghasilan ayah yang hanya 100 dolar sebulan diatur supaya mencukupi kebutuhan keluarga kami. Kami akan mengalami kesukaran seandainya saudara ayah, Robert, tidak mengirim cek sejumlah 500 dolar setiap awal bulan Desember. Dan sebenarnya, sepanjang tahun kami mengharap-harapkan masukan tambahan itu.

Kami masing-masing mendapat sedikit bagian dari kiriman itu pada hari Natal. Dan, selama berminggu-minggu sebelumnya, kami telah merencanakan apa yang paling ingin kami beli dari pemberian itu.

Hari Natal saya yang ketujuh adalah Natal yang paling berkesan. Surat dari Paman Robert datang tepat pada waktunya. Seperti biasa, ibu dan kami, anak-anak, mengelilingi kursi ayah di dapur saat ia membuka sampul surat. Tetapi, kali ini tidak seperti biasanya. Ayah menarik napasnya dengan cepat, lalu membaca dengan suara yang bergetar, "George yang baik, hubungan kita sepertinya jauh sekali kalau saya hanya mengirimkan selembar cek pada hari Natal. Karena itu, tahun ini saya mengirimkan hadiah-hadiah yang saya harap dapat kalian senangi. Teriring kasih, Robert."

Ayah menyembunyikan kekecewaan yang dirasakannya. Ibu tidak dapat menahan tangisnya. Ayah memunyai iman seperti seorang anak kepada Tuhan untuk menyediakan kebutuhannya; dan sering kali Tuhan memakai ibu untuk membuat ia mengatur setiap keperluan dengan cermat, dan itu membantu menjawab doa-doa ayah. Tetapi sekarang, ibu sendiri kelihatannya putus asa.

Kiriman hadiah dari Paman Robert datang. Kami membiarkannya agar tetap tertutup, dan membawanya ke ruang tamu. Berhari-hari kami membicarakan kira-kira hadiah apa yang dikirim. Tepat pada hari Natal, pagi-pagi kami membuka kotak itu dengan harapan yang meluap-luap.

Dan, semua harapan kami hancur luluh! Hadiah-hadiah itu mahal-mahal dan bagus-bagus, tetapi semuanya tidak mengenai sasaran. Sifat saya agak tomboi dan saya sangat menginginkan celana pendek yang diikat dengan lutut -- model sportif yang diperkenalkan kaum feminis. Tetapi, hadiah untuk saya adalah sebuah boneka. Hadiah yang kewanita-wanitaan. Adik saya yang gemuk pendek, Rob, juara kelereng di kelas lima, mendapat sebuah teleskop.

Ayah sangat menginginkan sepatu bot untuk dipakai menghadiri upacara pembaptisan; hadiah yang diperoleh adalah jaket santai. Dan, itu menyedihkan karena selain mempunyai sedikit uang, ayah hanya memunyai sedikit waktu luang.

Hadiah untuk ibu juga cukup mengejutkan. Ibu menginginkan dinamo listrik untuk mesin jahitnya, supaya ia tidak lagi menggerakkannya dengan kakinya. Hadiah untuk ibu adalah tas tangan yang besar, mengilat, dan sangat bergaya, terbuat dari kulit buaya. Bahkan saat itu juga, saya dapat membayangkan ibu akan kelihatan aneh bila memakai tas seperti yang dibawa istri seorang pejabat bank ke gereja.

Setelah hadiah terakhir dibuka, kami duduk memangku hadiah masing-masing dengan kertas pembungkus yang berwarna-warni di sekeliling kami. Kami terlalu terkejut sampai tidak dapat berkata apa-apa. Akhirnya, ayah berdiri.

"Fanie, anak-anak semua," katanya lembut, "Ayah tahu kita semua merasa Paman Robert tidak tahu apa yang kita inginkan dan harapkan pada hari Natal ini. Dan, bahwa ia telah mengecewakan kita. Tetapi, menurut ayah kitalah yang tidak mengerti. Kita semua mengenal adik laki-laki Ayah belum menikah. Ia tidak mendapat berkat seperti kita, yang saling memiliki pada hari Natal setiap tahun. Ayah yakin ia pasti merasa kesepian pada saat-saat seperti itu. Tetapi, ia pergi berbelanja untuk kita tahun ini, berusaha membayangkan apa yang diinginkannya pada hari Natal, seandainya ia berusia sepuluh tahun seperti Grace atau seorang pendeta setengah umur seperti Ayah. Ia telah memberi dengan tulus."

"Apabila kita merasa hadiah-hadiah ini berbeda dengan apa yang kita inginkan, kita juga dapat melihat bahwa hadiah-hadiah ini membuka sesuatu yang baru." Lalu, ayah merangkap sweter yang sudah pudar yang dipakainya dengan jaket dari brokat yang dicobanya. "Jaket santai ini akan mengingatkan ayah, supaya lebih banyak meluangkan waktu dari kesibukan ayah."

Ayah mengemukakan perubahan positif dari hadiah-hadiah itu satu demi satu kepada kami. "Kami harap boneka itu membuat Mildred lebih tertarik pada urusan rumah tangga, yang akan diperlukannya bila masa memanjat pohon sudah lewat. Teleskop Rob dapat mengangkat matanya dari pasir di tanah untuk sekali-kali melihat bintang."

Dan, sambil menoleh ke arah ibu, ayah berkata, "Fanie sayang, saya yakin kau akan melihat tas yang sangat bagus itu memberi sentuhan yang lain pada lemari pakaian yang sudah cukup suram."

Kami mulai melihat hadiah masing-masing dan pemberinya dengan sudut pandang yang baru. Aroma kasih memenuhi ruangan itu, kehadirannya hampir dapat dilihat.

Ibu mulai melihat-lihat tas kulit buaya itu dan menggambarkan keunikannya. "Ada lapisan kulit hijau yang halus dan sebuah sikat kecil berwarna kekuning-kuningan. Bahkan, ada kantong rahasia yang berkancing!" Ibu memasukkan jarinya ke dalam kantong itu dan mengeluarkan secarik kertas. Kertas berwarna hijau yang terlipat itu mengeluarkan bunyi gesekan kertas. Ternyata, kertas itu cek bernilai lima ratus dolar!

Lalu terdengar suara ayah dengan irama yang penuh dan tegas, seakan-akan ia benar-benar mengalami keajaiban yang diharap-harapkannya. "Terpujilah Tuhan, sumber segala berkat!" Dan, kami semua bersyukur memuji Dia. Itulah Natal yang terbaik.

Diambil dan disunting dari:

Judul asli buku : The New Guideposts Christmas Treasury
Judul buku terjemahan : Kisah Nyata Seputar Natal
Penulis : Mildred Morris
Penerjemah : Christine Sujana
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1998
Halaman : 195 -- 197
Kategori: 

Tinggalkan Komentar