Dalam Tuhan, Ada Pengharapan
Oleh: Terra
Nama saya Terra. Saya berlatar belakang Kristen. Saat ini, saya sedang berkuliah di Bandung. Saya lahir dari keluarga Kristen dan tumbuh besar di lingkungan orang Kristen. Tahun 2019 merupakan tahun yang begitu sulit bagi saya. Sebab, saya harus menghentikan langkah saya untuk melanjutkan kuliah dan mundur dari program beasiswa yang telah disediakan oleh sekolah. Saya berpikir meski nanti saya menang pun, saya tidak akan bisa pergi ke tempat lain atau harus jauh dari orang tua. Pada tahun itu, saya harus mengorbankan banyak hal: waktu, tenaga, kesehatan, bahkan meninggalkan kesempatan ikut beasiswa untuk melanjut ke salah satu universitas terbaik di Bandung.
Mengapa? Karena saya harus merawat mama saya yang sakit stroke dan mengharuskan saya untuk tidak meninggalkannya. Di satu sisi, saya merasa senang karena bisa selalu dekat orang tua. Namun di sisi lain, saya merasa sedih melihat teman-teman seangkatan saya bisa melanjutkan kuliah mereka, sedangkan saya tidak. Saya percaya semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan dalam hidup saya. Hari demi hari, saya mulai merasa ada hal yang berbeda dari diri saya, saya mulai jauh dari Tuhan, bahkan saya jarang ke gereja dan sering meninggalkan persekutuan. Dengan berbagai tekanan dan keadaan yang saya alami, itu membuat saya makin hari makin memiliki sifat yang berbeda, dan itu dirasakan oleh keluarga saya. Mental saya mulai terganggu. Saya sering marah, sensitif dengan berbagai hal, bahkan saya jarang mau bertemu dengan banyak orang.
Saya mulai stres dan bahkan sering buat masalah di rumah. Keluarga khawatir akan kesehatan saya. Mereka mengerti dan menyadari apa yang saya alami. Hidup dalam tekanan, banyak tuntutan harus ini harus itu, sedangkan saya punya pemikiran yang lain, punya keinginan yang lain, tetapi keadaan memaksa saya harus melakukan hal yang sebenarnya saya tidak ingin lakukan.
Mama saya merasa kasihan terhadap saya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia juga memiliki keterbatasan dan melakukan berbagai hal. Saya merasa Tuhan benar-benar jauh dalam hidup saya. Tidak ada ketenangan, kedamaian, sukacita, dan merasa tidak punya masa depan.
Semakin hari, kondisi mental saya mulai memburuk, bahkan saya jarang keluar rumah dan tidak menyukai keramaian. Keluarga mulai khawatir sehingga di rumah sering ada pendeta dan beberapa hamba Tuhan lainnya. Selain untuk mendoakan mama saya yang masih sakit, mereka juga turut mendoakan saya. Dua bulan berlalu, mama saya mulai membaik. Mama bisa berjalan tanpa tongkat dan dapat makan sendiri. Itu merupakan sukacita yang luar biasa dalam keluarga kami. Namun, bagi saya, hal itu adalah hal yang biasa saja. Bahkan, saya juga tidak berniat untuk berdoa dan tidak mau mengucap syukur kepada Tuhan.
Ketika mama saya sudah membaik, saya mendapat tawaran dari Dinas Pariwisata untuk ikut pelatihan di salah satu daerah di Jawa Tengah. Awalnya, saya menolak karena keadaan saya kurang baik dan keluarga juga tidak mengizinkan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya tetap ikut pelatihan itu dan keluarga juga dengan berat hati terpaksa harus mengizinkan saya pergi. Pada 3 Maret, saya berangkat ke Jawa Tengah dan menjalani pelatihan di sana selama dua bulan. Setelah selesai pelatihan tersebut, saya tidak langsung kembali ke kampung, tetapi saya mencari kerja di Tangerang dan tinggal di tempat saudara.
Setelah beberapa minggu mencari pekerjaan, akhirnya saya mendapat pekerjaan. Akan tetapi, itu tidak bertahan lama karena masa itu adalah masa Covid-19. Barang-barang menjadi susah untuk dikirim sehingga saya terpaksa berhenti kerja dan menjadi pengangguran. Kemudian, saya mencari pekerjaan lain dan akhirnya saya mendapat pekerjaan baru lagi. Namun, itu juga tidak bertahan lama dan saya dikeluarkan dari pekerjaan itu karena sering sakit. Saya mulai putus asa dengan keadaan saya sendiri dan mulai mempertanyakan, "Mengapa harus seperti ini?" Saya kembali menyalahkan Tuhan atas apa yang saya alami.
Pada September 2020, saya pindah ke Bandung dan tinggal bersama kakak perempuan saya. Keadaan dan kondisi saya masih sama, saya masih sering sakit dan sering periksa ke dokter. Saya kembali bertanya-tanya kepada diri sendiri, "Apa yang harus saya lakukan? dan mengapa ini terjadi dalam hidup saya?". Dengan keadaan saya yang seperti itu, keluarga saya tidak mengizinkan saya lagi untuk bekerja. Saya harus fokus untuk berobat saja.
Dengan keadaan saya yang seperti itu, saya merasa tidak punya harapan dan berpikir bahwa saya merepotkan keluarga dan kakak saya saja. Sampai-sampai saya berkata kepada diri sendiri, "Buat apa sih hidup di dunia ini?" Hingga suatu saat, saya tersadar oleh suatu kalimat yang mengatakan "segala keadaan yang kamu alami sekarang ini, entah itu suka atau duka, entah itu sakit, pencobaan, ujian, dikecewakan, disakiti, bahkan merasa tidak ada harapan sama sekali dan bahkan sampai terpikir olehmu untuk mengakhiri hidupmu, ingat!! Kamu adalah milik Tuhan dan kamu tidak memiliki keinginan dan cita-cita apa pun karena kamu punya pemilik dan kamu tidak berhak untuk hidupmu sendiri. Selalulah ingat bahwa kamu adalah kepunyaan Tuhan". Dari kalimat itu, saya sadar bahwa saya adalah ciptaan Tuhan dan saya punya Tuhan yang luar biasa dalam hidup saya. Saya menyadari bahwa memang selama ini saya sudah meninggalkan Tuhan dan tidak berjalan bersama Tuhan. Banyak hal yang saya lewatkan bersama Tuhan. Saya sering lupa untuk bersyukur dan sering sekali menyalahkan Tuhan atas apa yang yang saya alami.
Dengan berbagai hal yang boleh saya alami, saya bisa belajar bahwa apa pun yang terjadi dalam hidupi ini, jangan pernah tinggalkan Tuhan. Apa pun yang kamu hadapi, ujian apa pun yang boleh terjadi dalam hidupmu, semua itu adalah bagian dari rencana Tuhan untuk membuat hidupmu menjadi lebih dekat kepada Tuhan. Kita harus selalu mengatakan bahwa itu adalah berkat dari Tuhan.
Jadi teman-teman, apa pun yang terjadi dalam hidupmu, jangan pernah tinggalkan Tuhan. Tetap andalkan Tuhan dalam segala sesuatu yang engkau kerjakan!!