Dipenjara Oleh Karena Firman Tuhan
Abdi terbangun dari tidurnya yang nyenyak oleh suara hentakan sepatu bot kulit di atas lantai rumahnya yang terbuat dari batu dan semen. Empat orang militan dari "agama lain" menerobos masuk ke rumah Abdi dengan menenteng senapan serbu AK-47. Terpana dan ketakutan oleh kemunculan tiba-tiba para tentara ini di rumahnya yang hanya memunyai satu bilik kamar, ketiga anak Abdi mulai menangis.
Hari itu, militan "agama lain" sedang melakukan penggeledahan acak atas rumah-rumah penduduk di lingkungan rumah Abdi yang merupakan bagian dari Somalia, yang dikuasai oleh kelompok teroris. Orang-orang militan bersenjata ini menodongkan senjatanya di kepala Abdi dan menanyakan apa pekerjaannya dan di mana ia bekerja. Lalu, mereka mencengkeram lehernya dan melemparnya ke luar rumah.
"Mereka menghancurkan rumah saya," kata Abdi. "Mereka menggeledah tas saya dan menemukan beberapa bagian dari Alkitab karena ada tanda salib di beberapa bagian halaman buku itu."
Para militan ini tahu bahwa halaman-halaman buku yang mereka temukan berasal dari sebuah buku agama Kristen. Mereka dengan segera mendorong Abdi ke tanah, mengikat kedua tangannya ke belakang, dan menutup matanya. Lalu, mereka memasukkannya ke dalam bak belakang truk mereka dan membawa truk ini ke suatu tempat sekitar satu jam perjalanan dari rumahnya. Akhirnya, truk ini berhenti. Abdi dibawa dan dilemparkan ke dalam sel bawah tanah yang gelap.
Orang-orang yang menangkap Abdi menanyakan kepadanya mengenai halaman-halaman Alkitab yang mereka temukan. "Di mana kamu mendapatkannya? Apakah kamu tahu orang-orang lain yang memunyai materi seperti ini? Siapa mereka?"
Abdi menolak untuk buka mulut. Ia mengenal beberapa orang Kristen, tetapi dia ingin melindungi mereka dengan menanggung penderitaan itu sendiri. "Mereka mulai menganiaya saya, memukuli saya dengan tongkat kayu," kata Abdi kepada kontak kami. "Ketika mereka membuka penutup mata saya, saya melihat tiga mayat di ruangan itu. Mereka meletakkan mayat-mayat itu di ruangan yang sama untuk menakuti saya."
Orang-orang yang menyiksanya menyebutnya murtad dan mengatakan kepadanya bahwa mereka akan membunuhnya. Oleh karena penderitaan yang sangat menyakitkan dan ketakutan akan kematian yang di ambang pintu, Abdi berseru kepada Tuhan. "Saya berdoa supaya Tuhan menyelamatkan nyawa saya," katanya. Setelah berdoa, roh saya disegarkan dan saya tidak takut lagi.
Tetapi ketika hari-hari berlalu, kondisi ruangan sel beton yang gelap berukuran 12 x 12 meter makin menakutkan. Tidak ada WC, jadi dia buang air besar di ujung ruangan. Tidak adanya jendela atau perputaran udara membuat bau busuk kotoran manusia dan mayat yang membusuk tidak tertahankan.
Setelah 10 hari, mayat-mayat yang ada di sel itu diangkat dan Abdi dikumpulkan dengan dua tahanan lainnya. Ketika mereka akhirnya diizinkan keluar dari sel selama beberapa jam, ketiga tahanan ini memerhatikan situasi dan tembok yang mengelilingi kompleks penjara ini. Bersama, mereka merencanakan untuk melarikan diri.
"Suatu malam sekitar tengah malam, para penjaga berpikir mereka telah mengunci pintu sel kami, tetapi rupanya belum dikunci," kata Abdi. "Kami membukanya, berlari menuju tembok, dan mulai memanjat. Para penjaga menembaki kami. Salah seorang tahanan tertembak, tetapi saya dan tahanan yang satu lagi berhasil melompat melewati tembok."
Abdi dan seorang tahanan berlari sekuat tenaga ketika orang-orang militan bersenjata naik ke dalam truk dan mengejar mereka. Akhirnya, kedua orang ini berhasil sampai ke kota, berlari melalui gang-gang tanpa diketahui oleh para militan.
Abdi menelepon istrinya, yang berpikir bahwa ia telah mati dibunuh. Istrinya berkata, "Ini tidak mungkin, di mana kamu sekarang? Apakah kamu benar-benar masih hidup? Ia menangis dan menjerit dengan sukacita. Dengan segera, ia menjemput saya."
Istri Abdi membawanya ke rumah sakit, di mana ia mendapatkan perawatan atas luka bengkak pada tangan dan lengan kanannya. Beberapa tulangnya patah, jadi lengannya harus dibalut dengan gips.
Sembilan bulan kemudian, Abdi masih merasakan sakit, khususnya ketika mengangkat beban yang berat. "Saya senang melalui semua kesulitan ini karena saya sekarang semakin kuat dalam iman," kata Abdi. "Orang-orang sudah berdoa untuk kebebasan saya. Doa merekalah yang menyelamatkan saya."
Abdi telah membawa beberapa orang "agama lain" pada Kristus sejak pembebasannya, dan sekarang ia tinggal bersama keluarganya di wilayah yang dikuasai oleh Pemerintah Federal Transisi.
Diambil dan disunting dari:
Nama buletin | : | Kasih Dalam Perbuatan, Edisi Juli - Agustus 2012 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan (KDP), Surabaya 2012 |
Halaman | : | 5 -- 6 |