Indahnya Hidup Bersama Tuhan
Saya anak bungsu dari 2 bersaudara.Papi saya seorang pendeta emeritus dari sebuah gereja ,mami saya seorang ibu rumah tangga.Awal 2015 seharusnya awal tahun yang membahagiakan.Saya sangat senang sekali karena berharap pada tgl 3 Januari papi saya yang baru keluar dari RS di Bandung,akan segera kami bawa ke Cikarang agar dapat berkumpul bersama kami.Tepat tanggal 3 kami membereskan semua perlengkapan yang akan kami bawa.Tiba-tiba kakak perempuan saya menelpon dan mengatakan bahwa ayah kami muntah darah.Saya kaget langsung ke rumah kakak.Saat itu juga langsung kami bawa ke rumah sakit meskipun ayah sempet menolak karena keinginannya yang kuat untuk berkumpul bersama kami di Cikarang.Ternyata pembuluh darah papi ada yang pecah sehingga darah harus dibersihkan.Akhirnya tanggal 3 papi dirawat di rumah sakit kembali.Sambil menunggu kamar kami berdoa dan berharap segera dapat kamar karena sementara papi dirawat di UGD.Tuhan menjawab doa kami hari itu juga papi dapat kamar.Papi saya menderita kanker hati stadium lanjut.Pengobatan demi pengobatan kami lakukan meskipun dokter sudah angkat tangan.Pada saat papi saya mengetahui terkena kanker hati stadium lanjut saya tidak melihat sedikitpun wajah ketakutan.Saya berharap mujizat itu terjadi untuk papi saya.Tapi makin hari keadaan papi saya makin menurun.Disaat – saat papi harus berperang melawan penyakitnya beliau tetap saja memikirkan anak-anak dan cucunya.Satu hari sebelum dibawa ke rumah sakit karena muntah darah saat melewati tukang jahit,tiba – tiba papi menyuruh kami mampir untuk mengambil celana sekolah anak saya yang kebetulan masih ditukang jahit tersebut.Di situasi semua orang panik masih saja memikirkan orang lain.Bahkan pada saat paman saya datang menengok di rumah sakit, papi masih saja teringat untuk mendoakannya.Singkat cerita papi minta kepada dokter untuk memperbolehkan dia pulang karena ingin ketemu cucu.Akhirnya kami bawa pulang ke rumah kami di Cikarang.Pada saat sampai ke Cikarang kondisi papi semakin memburuk akhirnya kami bawa kembali ke rumah sakit.Dan kembali setelah dibawa ke rumah sakit papi minta pulang bahkan sempat menolak dilakukan tindakan dan hanya mengatakan satu kata “pulang”.Pada saat suami saya membujuk papi saya untuk tetap di RS dengan alasan jika di RS ada dokter dan peralatan yang bisa bantu papi saya.Karena kondisi papi tidak bisa makan dan minum.Papi hanya berkata “Biar, papi mau pulang” .Setelah berkonsultasi dengan dokter,dokterpun menganjurkan untuk pulang agar papi bisa berkumpul dengan keluarga.Kami sangat sedih sekali karena sudah tersirat kata-kata dokter tersebut.
Untuk ke dua kalinya dari rumah sakit kami bawa pulang ke Cikarang.Kondisi papi semakin buruk dan sudah tidak bisa bicara tetapi masih bisa merespon.Keesokan harinya tanggal 15 Januari papi saya kedatangan tamu special yang tidak disangka-sangka meskipun sangat diharapkan yaitu sahabat lama seorang pendeta emiritus dan telah berumur juga.Meskipun tanpa kata-kata dari cara memandang dan ekspresi wajahnya terlihat papi saya sangat bahagia sekali.Bahkan sempat memeluk.Sahabat papi saya menangis melihat kondisi papi saya yang sangat kurus sekali.Dia duduk disamping papi saya mendoakan membacakan firman dan memuji Tuhan.Papi saya ikut berdoa dengan sisa tenaga yang ada papi melipat tangannya dan sesekali mengangkat tangan.Malam harinya Sahabat papi saya sebelum pulang ke Semarang datang kerumah untuk menengok papi lagi.Kebetulan saya dan suami sudah pulang kerja.Kami semua yaitu istri,anak,menantu dan cucu2 berkumpul untuk berdoa.Sebelum berdoa kami memuji dan menyembah Tuhan.Masih teringat dalam benak saya kami menyanyikan lagu “Aku Berserah”.Disitu kami semua memuji,menyembah dan menangis berserah pada kehendak Tuhan.Berharap yang terbaik bukan hanya untuk kami tetapi untuk papi.Saya melihat dengan sisa tenaga yang sudah sangat berkurang papi berusaha dan berhasil melipat tangannya dan sesekali mengangkat tangan.Wajah yang sangat siap untuk menghadap Tuhan itu yang saya rasakan dan saya lihat dalam diri papi.Setelah selesai berdoa dan memuji,sahabat papi saya kembali ke Semarang,saya dan suami saya masih sempat terus memuji Tuhan disamping tempat tidur papi.Pada saat kami akan beristirahat karena sudah malam suami saya sempat bilang ke saya pingin nemeni papi malam ini kebetulan hari itu suami saya juga berulang tahun.Tapi saya bilang mami butuh istirahat setelah seharian merawat papi.Pada saat saya dan suami ke kamar,suami saya bilang siapkan semuanya dan dia bercerita pada saat di rumah sakit papi bilang bisa bertahan 6 hari di rumah meskipun tanpa bantuan peralatan .Saya sedih mendengar hal itu dan masih berharap diberi waktu oleh Tuhan.
Tanggal 16 Januari Jam 2.30 pagi mami saya membangunkan suami saya karena kondisi papi .Kami langsung menelpon ambulance dan pada saat dokter datang papi saya dinyatakan sudah meninggal.Mami saya sangat terpukul begitu juga saya dan kakak saya. 3 hari setelah kematian papi saya dikubur,disitu saya ingat papi saya minta waktu 6 hari,tanggal 13 Januari papi saya bilang ke suami saya minta waktu 6 hari sampai dikubur tanggal 19 januari.
Pesan terakhir kurang lebih 2 minggu sebelum papi saya dipanggil Tuhan dengan kondisi berbicarapun cukup sulit , “Jangan menuntut orang lain berbuat seperti yang kita inginkan setiap orang berbeda,Jika kita melakukan sesuatu yang baik karena memang kita ingin melakukannya bukan karena terpaksa,jaga mulut karena begitu kita menuntut orang lain dan orang tersebut sakit hati untuk memperbaikinya susah”.
Ayah saya bukan orang yang sempurna tapi dia orang yang luar biasa buat kami.
“Selamat bersenang-senang di surga Pdt.Em.Thomas Sutanto”
(Suami,Ayah dan Kung-kung kami tercinta)
"Jangan menuntut orang berbuat seperti yang kita inginkan,tetapi tuntutlah diri kita untuk melakukan yang terbaik untuk orang lain disitulah kebahagiaan akan tercipta"