Jalan Tuhan Terindah
Agustus 1973, dengan penuh semangat aku melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke Kanada. Aku berhasil memperoleh apa yang aku rindukan dan cita-citakan tetapi aku merasakan kehampaan dan kekecewaan. Aku tidak mengetahui apa yang menyebabkan merasa kehampaan dan tidak tahu apa yang masih kurang dalam hatiku.
Sepuluh tahun aku sekolah di sekolah Katholik, dan aku banyak mengenal Tuhan. Aku merasa diriku sudah cukup baik dengan prestasi yang membanggakan sehingga aku merasa tidak membutuhkan Juru Selamat. Aku semakin menganggap Tuhan itu tidak ada dan tidak adil serta tidak dibutuhkan manusia.
Suatu saat aku berkenalan dengan wanita persekutuan Gereja pada saat kuliah ditingkat dua, dengan penuh kasih dan kehangatan dia sambut aku untuk ikut dalam persekutuan. Walaupun semua anggota persekutuan menyambut dengan penuh kasih dan kehangaan, tetap tidak mampu meluluhkan hatiku karena aku tetap menganggap Tuhan tidak ada.
Tuhan memimpin dengan ajaib, pada saat aku mendampingi seorang ibu tua berobat dan tanpa sengaja dokter yang merawat ibu itu melihat kecacatan tubuhku. Tulang daguku tumbuh tidak normal tapi aku tidak menyangka itu akan mengganggu kesehatanku. Dokter menjelaskan keadaan kesehatanku dan mengusulkan agar aku dioperasi. Otakku menjadi linglung, aku merasa apa yang aku alami tidak dapat dihadapi hanya dengan ketegaran dan kepandaian saja, maka pada musim panas aku menjalani operasi yang bukan hanya meluruskan kondisi tubuhku tapi juga meluruskan hubunganku dengan Tuhan.
Tidak ada sanak saudara menemani aku menjalani operasi, tetapi saudara-saudara dari Gereja setia mengunjungi dan berdoa bagiku sehingga memberikan perasaan damai yang belum pernah aku rasakan selama ini sehingga aku memiliki pandangan lain terhadap Tuhan dan manusia. Tahun 1975 dalam suatu kebaktian, aku mulai disadarkan oleh firman Tuhan yang memberikan kesadaran bahwa Allah sebagai Pencipta dan Maha Kuasa yang ajaib! Aku sadar bahwa nilai manusia bukan hanya diukur dari selembar kertas ijazah yang sederhana. Aku menyesal karena selama ini hanya memikirkan pendidikan dan masa depanku sendiri tanpa aku peduli terhadap keluarga maupun teman-temanku. Aku tidak memikirkan bahwa suatu kali aku harus berhadapan dengan Tuhan, harus mengalami ketuaan, kesakitan dan kematian, dan aku tidak berusaha untuk mencari Tuhan.
Aku mulai sadar dan dengan kerendahan hati datang dan menyerahkan diri kepada-Nya serta mengakui kesalahanku, agar Ia mau menguasai seluruh hidupku. Aku mulai berdoa dan membaca Alkitab serta mengikuti kebaktian di Gereja setelah menjadi Kristen, suatu kali seusai mengikuti seminar yang memutar film tentang banyaknya orang belum mendengar Injil dan mereka hidup masih mencari tujuan hidup, aku berfikir bahwa kehidupan mereka sama dengan keadaanku sebelum mengenal Kristus.
Bagai domba yang tersesat, hidup dalam penderitaan dan menyerahkan hidup kepada dunia yang penuh dosa dan kegelapan. Setelah aku percaya, hati selalu diliputi kedamaian dan aku berdoa agar Tuhan memakai aku menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan memanggil aku pada suatu kebaktian Natal, dan akupun taat menyerahkan semua hidupku bagi-Nya. Walaupun aku menyerahkan diri bagi Tuhan aku belum menyerahkan diri untuk masuk sekolah teologia, karena aku masih ingin melanjutkan studi program master. Tetapi Tuhan tidak menginginkan hal itu sampai pada akhirnya aku putuskan tidak melanjutkan studiku. Aku berfikir sebelum masuk sekolah teologia, aku akan pulang ke HongKong dan akan mengajar untuk membantu kebutuhan keluargaku, selain itu aku dapat belajar melayani dulu di Gereja.
Keluargaku di HongKong menentang keinginanku, mereka menganggap aku menghancurkan masa depanku sendiri. Segala cara digunakan orang tuaku untuk menghalangi keinginanku, dan mereka berusaha membujuk aku untuk melanjutkan studi ke Kanada. Aku akhirnya mengalah agar adikku dapat melanjutkan studinya di Kanada, dan akhirnya akupun ikut melanjutkan studi di Kanada. Di Kanada aku masih terus tergoda untuk menyelesaikan program masterku dan ingin melanjutkan program doktoral. Tetapi aku merasa tidak tenang karena aku sudah mempersembahkan diri pada Tuhan tetapi masih mengejar kehidupan duniawi, maka untuk mengatasi semuanya sambil menyelesaikan studi pasca sarjana aku mengikuti pelajaran di sekolah teologia. Tuhan terus mengingatkan, "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada dalam orang itu." (1 Yohanes 2:15)
Aku mulai sadar harus segera menghentikan perencanaan yang aku atur sendiri agar Tuhan berkenan terhadap pelayananku. Aku mengambil keputusan dalam hati, sebelum jelas kehendak Tuhan, aku tidak akan melangkahkan kakiku, aku ingin Tuhan memimpin kehidupanku. Tuhan mulai memimpin jalanku, aku melanjutkan sekolah teologia sebagai persiapan untuk melayani. Tapi aku menghadapi banyak kendala, keluargaku mulai memutuskan dana bantuan studiku dan hubunganku dengan keluarga menjadi renggang. Setan tidak pernah tinggal diam karena aku mempersembahkan diriku untuk KemuliaanNya, dan dengan segala cara setan berusaha menghalangi persembahanku.
Aku bersyukur, Tuhan selalu membantu aku dan menguatkan aku melalui firman-Nya, Tuhan selalu bekerja dalam segala hal bagi anak yang mengasihi Dia. Dengan tekad bulat seusai studi master aku masuk sekolah teologia, dan aku mendapatkan bea-siswa selama dua tahun. Orang tuaku tetap menentang keinginanku karena mereka mengkuatirkan masa depanku. Aku tidak bisa berbuat banyak bagi mereka, aku hanya dapat menyerahkannya dalam doa-doaku. Setelah aku masuk sekolah teologia, setan masih terus berusaha menghalangi langkahku. Saudara seiman menyesalkan keputusanku, mereka menasehati agar aku bekerja dulu untuk mendapat uang sebelum masuk sekolah teologia, dan ada yang menakut-nakuti aku bahwa dengan masuk ke sana aku tidak akan mendapat suami.
Tuhan semakin jelas memimpin langkahku, ia memulihkan hubunganku dengan keluarga melalui peristiwa pernikahanku, dan menggunakan kesedihanku. Di sekolah itu ada murid-murid Asia yang kurang aku perhatikan, tapi karena ajaibnya kuasa Tuhan aku berteman baik dengan mereka. Aku berteman dengan C.L. Chou, persahabatan kami makin dekat dan berlanjut pada hubungan lebih dekat hingga ke pernikahan. Setelah keluarga kami saling mengenal, mereka mengusulkan pernikahan diadakan pada musim panas tahun itu. Aku tidak dapat berkata apa-apa dan hanya dapat mengucap syukur.
Ayah menyempatkan datang pada pernikahanku, dan ia memiliki banyak kesempatan untuk mengikuti beberapa acara kebaktian. Meskipun belum percaya Tuhan, tapi aku yakin suatu hari Tuhan akan menggerakkan hatinya untuk percaya. Seusai menuntut studi di sekolah teologia, kami suami istri memutuskan bekerja di ladang Tuhan. Meskipun banyak hal yang menyedihkan dan mengecewakan di ladang Tuhan kami tetap bertekun, kami saling berjanji bersama-sama dan saling mendoakan untuk melayani Tuhan yang benar dan hidup. (K.C.I. Chou)
Diambil dari:
Judul buku | : | Jalan Tuhan Terindah |
Penulis | : | Pdt. Paulus Daun, M.Div, Th. M |
Penerbit | : | Yayasan Daun Family, Manado |
Halaman | : | 79 -- 85 |