Lagu Merdu
Dikirim oleh: Yvonne Sumilat (sumilatxxx@xxx)
31 Maret 1972.
Ada apa di tanggal tersebut? Yang jelas matahari terbit di sebelah Timur. Masih tersedia udara bersih untuk dihirup. Suharto yang menjadi orang nomor satu di Indonesia. Belum ada pesawat HP. Dan jangan bertanya soal USG. Semua ibu hamil di seantero Indonesia tebak-menebak bayi yang akan dilahirkan, apakah seorang bayi laki-laki ataukah perempuan. Walaupun itu bukan zaman batu, tetapi semuanya masih teramat sederhana. Tidak lebih dan tidak kurang bahwa melahirkan seorang bayi, taruhannya adalah nyawa. Resiko menjadi berganda jika itu sungguh-sungguh terjadi di sebuah desa.
Tuhan memilih Desa Nongkojajar sebagai panggungNya untuk Dia memperdengarkan lagu merduNya. Desa Nongkojajar? Di mana itu? Sebuah desa yang bertetangga dengan Suku Tengger. Udaranya dingin karena terletak di sebuah ketinggian. Di pasarnya selalu berlimpah sayur. Di sana sini terlihat pohon apel. Di sepanjang jalan tercecer-cecer kotoran kuda ataupun kotoran kambing. Dia termasuk dalam wilayah Kabupaten Pasuruan di Jawa Timur. Sekarang bisa ditempuh dalam waktu satu setengah jam dari Kota Malang.
Izinkan saya merekam lagu merdu tentang kemuliaan Tuhan. Lagu merdu dengan perhitungan tempo yang tepat.
Dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, dari pulau ke pulau, dari benua ke benua, dari satu kota ke kota lain, Kapal Logos berkeliling dunia. Di sana dan di mana-mana mereka memberitakan Injil. Mereka siapa? Mereka yang bergabung di dalam Kapal Logos itu. Suatu hari berlabuhlah Kapal Logos di Tanjung Perak Surabaya. Tidaklah berlebihan bahwa keterangan waktu ‘suatu hari’ itu bagaikan tanda berhenti sekaligus tanda mulai.
Tidak tahu bagaimana ceritanya, ada sepasang suami istri berkebangsaan Norwegia yang mengunjungi Desa Nongkojajar, selepas mereka turun dari Kapal Logos yang berlabuh beberapa hari di Surabaya.
Sesampainya di Desa Nongkojajar di Wisma Baithani, mereka sangat terkejut ketika berjumpa dengan Ibu Esther. Apa yang membuat mereka terkejut? Ini kejutan tentang lagu merdu Tuhan.
Ketika itu perut Ibu Esther besar dan sungguh-sungguh besar karena hanya dalam hitungan jam saja maka akan lahir seorang bayi. Lalu duduk masalahnya di mana?
Jangan bertanya dokter siapa yang akan menolong Ibu Esther melahirkan bayinya. Karena di desa itu tidak ada seorang dokter pun. Bidan juga tidak ada. Kenapa bisa demikian? Seorang bidan harus berkeliling ke beberapa desa. Jadi jangan heran jika ada hari-hari tanpa bidan. Zaman itu adalah zaman yang seperti itu.
Jangan pula bertanya di klinik mana Ibu Esther akan mengadakan persalinan. Karena di sana pun tak ada PUSKESMAS maupun klinik apa pun. Lalu? Pasti dilahirkan di rumah. Itu sama dengan persalinan anak pertamanya. Hanya di rumah saja. Terus siapa yang menolongnya? Suaminya? Suaminya tidak tahu harus berbuat apa kendati sedang mendampingi istri yang sedang hamil tua. Tidak ada informasi dari internet atau sekedar buku panduan tentang menolong ibu bersalin.
Doa dan doa, itulah cara mengetuk pintu surga. Ketika pintu surga terbuka……waw……indah sekali !!!!! Tuhan punya lagu merdu. Lagu merduNya sangat layak dinikmati. Percayalah !
Ternyata istri yang turun dari Kapal Logos itu adalah seorang bidan. Haleluya !!!!!! Haleluya !!!!! Puji Tuhan ! Puji Tuhan !
Tepat tanggal 31 Maret 1972 lahirlah seorang bayi laki-laki, kuat dan sehat. Kulitnya kemerah-merahan. Badannya banyak bulu. Walaupun hanya di desa, di sebuah rumah saja, tetapi proses persalinannya ditolong oleh seorang bidan berkebangsaan Norwegia.
Siapa nama bayi itu? Billy James Bjorn Sumilat. Kata ‘Bjorn’ asing untuk kita baca maupun ucapkan. Ya, itu nama asing, nama dari Norwegia. Nama dari suami bidan itu. Nama kenang-kenangan. Nama untuk mengenang lagu merdu Tuhan.
Bagaimana dengan Ibu Esther? Bagaimana taruhan nyawanya? Nyawanya masih berlanjut. Dengan jelas ia bisa mendengar tangisan bayi. Tak bisa dilukiskan dengan kata-kata bagaimana bahagianya.
Itulah rekaman lagu merdu tentang kemuliaan Tuhan. Lagu merdu dengan perhitungan tempo yang tepat.
Apakah Anda tahu tanda tempo dalam lagu? Baiklah, ini sekedar informasi saja,
- Allegro : cepat
- Allegratto : agak cepat
- Presto : cepat sekali
- Vivace : cepat dan girang
- Moderato : sedang
- Andante : perlahan-lahan
- Largo : lambat
- Adagio : sangat lambat penuh perasaan
- Grave : sangat lambat sedih
- Lento : sangat lambat berhubung-hubungan
Tidaklah bijak untuk kita berdebat dengan Tuhan tentang tanda tempo apa yang Dia gunakan untuk lagu merduNya.
Engkau punya doa? Percayalah TUHAN punya lirik lagu merdu. Lengkap dengan melodinya. Sempurna dengan tanda dinamika dan temponya.
Daud punya doa dan Daud mengerti bahasa lagu merduNya,
Daud punya doa dan Daud menyadari elok tempo lagu merduNya,
Daud punya doa dan Daud memahami lirik lagu merduNya.
Mazmur 40:2-6
Aku sangat menanti-nantikan TUHAN;
lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong.
Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa;
Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku,
Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku
untuk memuji Allah kita.
Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut,
lalu percaya kepada TUHAN.
Berbahagialah orang,
yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN,
yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh,
atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!
Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku,
perbuatanMu yang ajaib dan maksudMu untuk kami.
Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau !
Aku mau memberitakan dan mengatakannya,
tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.
5 Februari 2015,
Yvonne Sumilat yang selalu dan selalu menikmati manis eloknya LAGU MERDU.
Tulisan ini khususnya saya peruntukkan untuk adik dan ipar terkasih, yang saya banggakan,
Billy James Bjorn Sumilat dan Liely Lestiadewi.