Memasuki Terang-Nya
keluarga besar saya (FK) memiliki sebuah tradisi yang sudah bertahun-tahun lamanya dilakukan, yaitu seluruh anggota keluarga berkumpul untuk menyambut datangnya Tahun Baru Imlek. Nenek moyang saya selalu merayakannya dengan judi dan pesta pora lainnya, walaupun hanya sekadar "hiburan" saja. Apabila di antara sanak saudara ada yang tidak bisa bermain judi, para orang tua bersedia mengajari mereka berbagai bentuk judi hingga dapat bermain dengan baik.
Saat saya sekolah di SMP, judi semakin melekat dalam diri saya. Ketika saya beranjak dewasa dan sudah berumah tangga pada 1984, judi tidak lagi menjadi sekadar "hiburan" di lingkungan keluarga saja. Pulang bekerja saya tidak langsung kembali ke rumah tetapi langsung pergi ke tempat judi hingga larut malam. Saya sudah malang melintang berjudi di tempat-tempat judi yang terkenal di Bandung, Jakarta hingga ke luar negeri.
Setiap kali istri saya memberikan nasihat supaya saya meninggalkan kegiatan judi dan supaya saya mencurahkan lebih banyak perhatian kepada keluarga, maksud baik itu selalu berujung dengan keributan; hal itu terjadi hampir setiap hari. Selain istri saya, orang tua dan saudara-saudara saya juga ikut menegur dan menasihati agar saya tidak terlibat terlalu jauh dalam dunia judi, namun dengan bebal saya selalu mengatakan bahwa judi adalah "hobi" saya.
Sekalipun pemerintah melarang kegiatan berjudi, namun saya tidak peduli. Saya seringkali digerebek oleh polisi dan tidak jarang saya digiring hingga ke kantor polisi, namun setelah saya dibebaskan, saya tidak pernah jera, sebab judilah satu-satunya hal yang saya senangi. Semua rekan-rekan judi saya mengetahui bahwa dari sepuluh kali berjudi, tujuh hingga delapan kali saya akhiri dengan kemenangan yang fantastis. Tetapi saya tidak bisa mengerti mengapa uang hasil judi tersebut tidak pernah terkumpul dengan aman di dalam tabungan saya.
Teman-teman saya pun mengatakan bahwa uang hasil judi tersebut datangnya dari "setan" dan yang menghabiskannya adalah "jin". Di dunia judi apabila seseorang kalah berjudi, ia bisa kehilangan harta benda dan segala kepunyaannya, dan walaupun ia menang, hasilnya juga akan dihabiskan oleh "setan". Walaupun demikian, saya tetap tidak dapat melepaskan judi dari hidup saya apa pun yang terjadi, dan ke mana pun saya pergi, saya selalu mencari tempat-tempat judi untuk menyalurkan "hobi" saya tersebut.
Pada bulan Agustus 2001 yang lalu, saya bertemu dengan seorang kawan lama saya, Edi Suhardiman. Pada saat itu ia mengajak saya untuk menghadiri sebuah pertemuan FGBMFI (Full Gospel Business Ministry Fellowship International -- Persekutuan Usahawan Injili Sepenuhnya Internasional) di rumah salah satu anggotanya di Bandung, saya langsung menolaknya. Tetapi karena saya melihat kegigihan dan semangatnya mencari jiwa yang tersesat seperti diri saya, maka pada kesempatan berikutnya ketika ia mengundang saya, dengan disertai perasaan sungkan, saya tidak kuasa lagi untuk menolaknya.
Pada saat saya sedang mengikuti pertemuan tersebut, saya merasa seakan-akan ada seseorang yang sedang menarik tangan saya untuk keluar dari dunia judi dan menunjukkan kepada saya sebuah jalan yang sangat indah dan penuh pengharapan. Pada hari-hari berikutnya, saat iman saya mulai bertumbuh setelah mengikuti pertemuan-pertemuan tersebut, saya mulai menghadapi pergumulan yang sangat berat dalam batin saya. Saya merasa ada dua kubu yang sedang berperang dalam diri saya. Kubu yang satu adalah "sosok" yang sedang menarik tangan saya untuk meninggalkan dunia gelap itu, tetapi kubu yang lain menarik tangan saya untuk tetap tinggal di dunia judi. Itulah sebabnya, sekalipun tubuh saya berada di tempat pertemuan, namun pikiran saya sering melayang ke tempat-tempat judi.
Setelah sekitar lima sampai enam bulan, saya merasa kelelahan dengan segala usaha saya sendiri untuk bisa lepas dari kegiatan judi. Pada suatu hari, ketika saya sedang duduk di rumah dalam keadaan tidak berdaya lagi dan mencoba merenungkan apa yang telah terjadi dalam diri saya, tiba-tiba saya mendapat penglihatan diri saya sedang mengendarai sebuah kendaraan yang melaju dari jalan yang salah ke arah jalan yang curam, penuh dengan batu-batuan yang kasar. Ketika saya berusaha untuk menghadapi bahaya itu dengan kekuatan sendiri, kendaraan itu tetap melaju dengan kencang sekalipun saya sudah berusaha menginjak pedal rem. Kemudian pada saat saya menyadari bahwa sebentar lagi kendaraan itu akan terjungkal dan saya akan masuk ke dalam jurang yang ada di hadapan saya, maka dengan segenap kesungguhan hati saya berseru, "Tuhan, saya tidak ingin mati dalam jurang itu. Tolonglah agar kendaraan ini dapat dikendalikan. Saya berjanji bahwa saya sungguh-sungguh mau berhenti berjudi." Ajaib! Tuhan menggantikan rem kendaraan yang tadinya macet dengan rem yang baru, sehingga kendaraan itu dapat dikendalikan dan saya tidak mati konyol di dasar jurang yang dalam itu.
Sejak saat itu saya menyadari bahwa ternyata saya tidak dapat berubah hanya dengan kekuatan saya sendiri. Saya memerlukan pertolongan Tuhan untuk mengubah hidup saya. Setelah saya mendapat penglihatan itu, Tuhan membalikkan arah "kendaraan" saya 180 derajat. Ketika sudah berbalik arah, saya dihadapkan dengan jalan mendaki yang penuh dengan bebatuan. Jalan tersebut adalah gambaran pergumulan panjang saya untuk meninggalkan dunia judi dengan total. Sekalipun teman-teman akrab saya di dunia gelap itu mengejek dan memperolok saya, namun saya menerimanya dan saya berpisah dengan mereka untuk masuk ke dalam terang-Nya ajaib.
Terus terang saya mengatakan bahwa saya sedih berpisah dengan mereka, tetapi Tuhan telah menggantikan "kesedihan" itu dengan memberikan lebih banyak lagi kawan-kawan yang baik di FGBMFI Bandung. Biasanya jika musim liburan tiba, saya selalu melewatkan liburan itu dengan berjudi di luar negeri dengan kawan-kawan. Tetapi pada musim liburan pada 2003, saat saya mengalami kebimbangan dan kebosanan dalam diri saya, Tuhan menghibur saya dengan memberikan nyanyian dalam mulut saya. Bersama dengan kawan-kawan di FGBMFI, kami bermain gitar dan bernyanyi untuk mengagungkan nama Yesus.
Berbagai peristiwa telah terjadi dalam hidup saya, tetapi saat ini saya dapat menyatakan bahwa ketika saya berbalik kepada Yesus dan meninggalkan seluruh kejahatan saya, serta kembali menjadi ayah yang mencurahkan perhatian pada istri dan anak-anak saya, maka saya dapat melihat bahwa sukacita yang saya dapatkan di dunia ini tidak ada artinya jika dibanding dengan sukacita besar yang saya terima dari Kristus.
Diambil dan disunting dari: | ||
Judul buletin | : | SUARA, Edisi 73, Tahun 2004 |
Penulis | : | KM |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Usahawan Injili Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta |
Halaman | : | 13 -- 15 |