Mengalir Bersama Dia
"Bila memang benar Tuhanmu sanggup menyembuhkan anak saya, maka jangankan mengikuti-Nya, bahkan saya akan melayani-Nya...." -- SS
Begitulah yang saya katakan pada teman saya dengan tegas. Perkataan itu bukan hanya sekadar bentuk keputusasaan terhadap penyakit anak saya, melainkan ada sebuah komitmen yang akan saya tepati bila kesembuhan itu benar terjadi. Pernyataan itu sendiri sebenarnya menakutkan saya; bagaimana bila hal itu betul terjadi? Namun saya berusaha menenangkan pikiran saya dengan menyederhanakan jawabannya, yaitu: saya akan menepatinya!
Guru saya pernah berkata bahwa saya adalah "tulang kosong". Artinya, satu dewa dari ribuan orang yang dikasihi. Saya adalah orang yang terpilih, kalau sembahyang pada dewa permintaannya pasti didengarkan dan biasanya dikabulkan. Saya tidak meragukan perkataannya karena memang kehidupan spiritual saya berkembang sangat baik, hampir tidak ada halangannya. Buktinya, saat bermeditasi saya bisa melayang tidak menyentuh tanah, bahkan meditasi membuat saya bisa melihat roh-roh halus. Tapi itu semua sia-sia setelah saya mengalami sebuah pukulan yang mengubahkan kehidupan saya.
SEmua berawal pada tahun 2001, saat saya ditawarkan meninggalkan bisnis jual beli mobil, dan memulai bisnis baru yang lebih menguntungkan yaitu ekspor udang. Saya meminta pendapat dari teman-teman dan guru, mereka mendukung, sehingga saya kemudian mulai mencoba dengan skala kecil. Ternyata hasilnya luar biasa, untungnya sangat besar. Melihat hasil yang besar itu saya menjadi berani meminjam uang pada teman-teman. Bahkan, beberapa relasi menawarkan turut berinvestasi dalam bisnis tersebut. Selama 6 bulan pertama, bisnis itu memang sangat menguntungkan, hasilnya melimpah. Namun selanjutnya terjadi konspirasi pada rekan-rekan bisnis sehingga menghancurkan usaha saya. Tagihan-tagihan ratusan juta macet dan saya tidak dapat berbuat apa-apa. Barang saya yang masuk pabrik tiba-tiba dihargai sangat murah, jauh dari harga aslinya. Semua itu membuat bisnis hancur dalam sekejap dan meninggalkan hutang-hutang yang sangat besar.
Tapi bangkrutnya usaha disertai lilitan hutang belum sesulit ketika anak saya yang kedua, Willy sakit, pada kakinya. Saat itu saya tidak menyadari bahwa penyakit "biasa" ini akan menjadi masalah sangat besar di kemudian hari. Berawal dari bengkak pada mata kaki sebelah kanan yang menurut saya hanyalah keseleo biasa, saya membawanya ke tukang urut terkenal yang menggunakan mantera-mantera dalam pengobatannya. Hasilnya bukan bertambah baik, malah bertambah parah. Sakitnya kemudian merambat naik ke paha, mengakibatkan Willy menjadi lumpuh, tidak dapat berjalan. Penyakit itu kemudian merambat ke pinggang kemudian naik ke punggung.
Saya bawa dia ke ahli pengobatan dengan tenaga prana. Tiga bulan pengobatan tenaga prana juga tidak membawa hasil. Lalu saya juga membawanya ke beberapa dokter terkenal. Sedemikian terkenalnya dokter tersebut, hingga saya harus rela antri menunggu berhari-hari untuk dapat menemuinya. Namun dokter yang dibilang hebat tersebut menyerah, demikian juga sembilan dokter terkenal lain yang saya temui. Segala jenis pengobatan alternatif pun sudah saya lakukan, namun juga tidak ada hasilnya. Malah keadaannya bertambah parah, karena dia kini keracunan obat di jantung dan livernya. Hidup saya benar-benar terguncang saat itu. Karena tekanan pikiran yang luar biasa, setiap malam saya tidak bisa tidur, baru pada dini hari saya bisa memejamkan mata. Anak saya juga turut merasakannya, dia turut menemani saya sepanjang malam. Saya mengurut kakinya sepanjang malam sambil menghiburnya untuk meredakan kesakitannya. Hati saya sangat pedih saat menyaksikan dia hanya bisa tidur-tiduran di ranjang sambil menahan sakit.
Saat saya ingin menghiburnya dengan jalan-jalan keluar rumah, dia menolaknya karena tidak mau melihat ayahnya kelelahan menggendongnya. Sering saya mengambil patung-patung di altar dan menyuruh anak saya memeluk dan menciumnya karena begitu besarnya keinginan saya agar dia sembuh. Saya benar-benar putus asa dan merasa tidak berdaya. Ingin rasanya saya bunuh diri. Saya memohon pada dewa kalau bisa saya tidak pernah dilahirkan. Karena stres, saya sampai menderita semacam penyakit kedinginan dan ketakutan yang tak beralasan. Suatu malam, seperti biasa saya tidak bisa tidur memikirkan seluruh persoalan saya. Saya menyalakan televisi untuk coba mengusir kegelisahan dengan menonton. Di sana ada sebuah acara tentang kesaksian-kesaksian, dan ada sebuah kesaksian yang mirip sekali seperti yang saya alami. Kebangkrutan, anak yang sakit, dan dia dibebaskan dari masalah-masalah tersebut. Saya juga ingin seperti dia, terbebas dari masalahnya.
Pembawa acara di televisi mengundang penonton yang memiliki masalah dan ingin dibebaskan, untuk mengangkat tangannya agar didoakan. Saya pun mengangkat tangan, meletakkannya di televisi, dan menutup mata mengikuti doa yang diucapkannya. Beberapa minggu kemudian, saya bermimpi bertemu dengan suatu sosok, dengan jubahnya yang berwarna putih. Saya mengenalnya dari gambar-gambar orang Kristen bahwa Dialah yang disebut Yesus Kristus. Tanpa sadar saya sujud di depan-Nya, dan berkata betapa saya tidak layak, dan agama saya lain. Sosok itu tersenyum dan berkata "Agamamu lain, tidak apa-apa, asalkan kamu mendengarkan dan melakukan perkataan-Ku". Saya mencoba mengenal pribadi Yesus Kristus tersebut, namun perkenalan saya dengan beberapa orang Kristen bukan membawa saya semakin dekat pada pribadi itu, tapi justru membuatnya semakin jauh. Karena karakter orang Kristen yang saya kenal mengecewakan dan menjadi batu sandungan bagi saya. Gereja yang saya pernah datangi bahkan membuat saya malu di depan para jemaat. Sehingga usaha saya untuk mengenal dan datang kepada Yesus saya lupakan.
Sekitar Juli 2002, saya bertemu dengan seorang teman yang pernah saya kenal di kampung halaman. Kami baru memulai menjalin hubungan bisnis. Tidak sengaja saya menceritakan penderitaan saya padanya selama dua tahun ini. Dia menawarkan pada saya bahwa Yesuslah solusinya. Setelah kepahitan yang saya alami terhadap orang-orang Kristen yang lain, membuat saya menolak apa yang dikatakannya. Namun dia terus-menerus menelepon saya, membuat saya tidak enak hati, dan berkata kepadanya, "Bila Tuhanmu itu sanggup menyembuhkan anak saya, maka jangankan mengikuti-Nya, saya bahkan akan melayani-Nya", tantang saya. Dia kaget dan berkata bahwa Tuhan mencatat apa yang saya katakan. Tapi dia juga punya tantangan agar saya beriman untuk kesembuhan Willy, serta menghentikan seluruh pengobatannya.
Saya menerima tantangan itu, maka bertahap saya mulai mengurangi dosis obat yang diberikan pada anak saya. Sebenarnya kalau saya tidak memberikan obat sesuai dosis, maka anak saya akan menjadi sangat kesakitan. Namun anehnya, hari pertama saya kurangi, anak saya tidak apa-apa. Hari ketiga, saya kurangi lagi, juga tidak apa-apa, begitu seterusnya. Sampai akhirnya saya tidak lagi memberikan obat itu, dia tetap tidak apa-apa. Kemudian di akhir bulan pada saat Willy periksa darah di rumah sakit, hasilnya menyatakan bahwa dia telah sembuh, bahkan sakit jantungnya juga sembuh. Di rumah sakit itu pula saya langsung menepati komitmen dan janji saya pada Tuhan sebelumnya, saya berdoa, "Tuhan Yesus, aku sekarang menjadi pengikut-Mu...." Tanggal 17 Agustus 2003, saya dibaptis dan langsung melayani Dia. Orang pertama yang saya layani adalah ayah dan ibu saya sendiri. Awalnya mereka menentang keras, namun Tuhan bekerja dengan luar biasa, mereka kini juga telah turut menjadi pengikut Yesus. Kini saya rajin melayani Tuhan bersama teman-teman, bahkan sampai ke luar kota.
Falsafah hidup saya yang dahulu bahwa, "... selama kita tidak jahat pada orang lain maka orang tidak akan jahat pada kita" kini berubah. Kini saya mengerti bahwa hanya Tuhan Yesuslah yang benar-benar baik. Orang baik kepada kita bukan karena usaha kita melainkan karena Tuhanlah yang baik kepada kita. Saya juga menjadi mengerti bahwa sekeras dan serajin apa pun kita berusaha, tetapi jika kita tidak berada dalam Tuhan Yesus, Iblis akan mencuri dan menghancurkan semua yang kita miliki dan kita kasihi. Saya juga merasakan hidup saya kini memiliki kuasa. Dalam kehidupan sehari-hari kalau ada yang sakit, tinggal berdoa dalam nama Tuhan Yesus, jadi sembuh. Pernah anak saya sakit muntaber sampai mau opname. Kemudian saya berdoa, hasilnya ia langsung sembuh. Kehidupan keluarga kami juga benar-benar dipulihkan dan sungguh bersukacita. Tuhan benar-benar memproses saya, dan saya mengikuti prosesnya mengalir begitu saja. Saya belajar bahwa dalam kehidupan rohani kita tidak boleh memaksakan kehendak kita. Kita mengalir sajalah bersama Tuhan Yesus, maka kita akan diproses-Nya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul majalah | : | SUARA |
Penulis | : | IM |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Usahawan Injili Sepenuh Internasional(PUISI), Jakarta |
Halaman | : | 11 -- 15 |