Penyertaan Tuhan Yesus Kristus bagi yang Masih Bimbang
Tanggal 10 November 2007 kira-kira pukul 16.00 WIB, saya memerbaiki genteng rumah yang bocor. Tapi karena saya kurang hati-hati, saya terpeleset dan meluncur ke bawah dengan posisi duduk mundur, terus ke kanopi, dan jatuh ke jalan (paving block) dengan posisi terduduk dan kemudian terhempas ke belakang (punggung menghempas ke jalan). Setelah itu saya tidak bisa bangun -- duduk, apalagi berdiri.
Saya berteriak, kemudian ditolong oleh anak saya, Kevin, dan keponakan saya, Indra -- yang pagi harinya baru saja tiba dari Malang. Saya menelepon istri dan membawa saya ke rumah sakit tulang. Di sana, saya dirontgen dan dirujuk MRI di RSSI. Hasil rontgen menunjukkan ada tiga bagian tulang saya yang terganggu: tulang punggung T12 retak (kompresi), tulang ekor terdorong ke depan, dan tulang duduk kanan retak. Saya diberi obat tulang, antiradang, dan pengurang rasa sakit. Kemudian deskripsi diagnosis dokter RSSI atas hasil MRI mengatakan bahwa pada tulang punggung saya, T11 dan T12, telah terjadi radang (sponsdilitis).
Selanjutnya, dokter tulang mencari jenis radang tersebut dan akhirnya berkeyakinan bahwa itu adalah radang TBC tulang, walaupun dokter saraf meragukannya. Mulai tanggal 18 November 2007, saya diberi pengobatan anti-TBC. Setelah 2 minggu, dokter tulang merencanakan operasi tulang punggung untuk membersihkan radang dan akan memasang pen pada dua ruas di atas T12 dan dua ruas di bawahnya. Ini akan menyebabkan saya cacat tulang punggung (kaku, tidak fleksibel, tidak bisa membungkuk lagi seumur hidup). Di samping itu, obat anti-TBC yang saya konsumsi memunyai efek samping -- terganggunya fungsi hati dan rasa mual yang amat sangat.
Tanggal 18 November 2007, saya mulai dirawat dengan obat anti-TBC. Sejak itu, penderitaan dimulai. Saya merasa mual yang amat sangat dari pagi hingga malam, rasa nyeri/sakit pada tulang yang retak, sakit dari otot, dan daging yang memar akibat jatuh. Saya merasa jenuh dan hampir putus asa. Saya coba untuk menaikkan pujian "Mujizat itu Nyata", tapi lama-lama saya merasa bosan dan berhenti. Saya berdoa agar Tuhan memberi kelegaan, pertolongan, dan menyembuhkan saya. Tapi karena tidak ada perubahan apa-apa, maka doa saya pun menjadi pendek: "Tuhan Yesus, tolong saya. Tuhan Yesus, tolong saya." Itu pun lama-lama menjadi lebih pendek lagi: "Tuhan Yesus, Tuhan Yesus ...." Dan akhirnya berhenti sama sekali. Saya sadar dan merasakan bahwa saya ini tidak ada artinya di hadapan Tuhan. Jika saja Tuhan Yesus menolak saya dengan mengatakan: "Hai, siapakah kamu? Aku tidak mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku!", maka pastilah saya sudah tamat! Tetapi Tuhan itu sangat baik. Tiba-tiba, saya mendapatkan pengertian dan saya percaya bahwa ini adalah karya Roh Kudus.
-
Saya mendapat rhema dari firman Tuhan yang intinya mengatakan bahwa apabila kita bertobat dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita, maka kita diselamatkan oleh-Nya dan dijadikan anak-Nya. (Yohanes 1:12)
-
Saya diingatkan status saya sebagai seorang anak. Apa pun yang saya butuhkan, saya bisa memintanya dari orang tua saya. Bahkan jika saya lapar, maka saya bisa langsung mengambil tindakan: pergi ke dapur, mengambil piring dan sendok, membuka lemari, mengambil makanan, dan menikmati makanan itu sampai kenyang. Dengan demikian, saya bisa menolong diri saya sendiri dengan menggunakan fasilitas orang tua saya. Seharusnya demikian pula dengan fasilitas yang telah diberikan bagi saya dari Bapa Surgawi.
-
Pujian yang dinaikkan oleh KW pada saat membesuk saya, kata-katanya menguatkan sekali: "Ku tak akan menyerah pada apa pun juga, sebelum kucoba semua yang kubisa ...!
Ketiga hal tersebut mendorong saya untuk melakukannya saat itu juga. Lalu saya berdoa dan menggunakan "fasilitas surgawi", yaitu kuasa kasih Tuhan Yesus Kristus yang memulihkan dan memberi kelegaan. Lalu, saya mengucapkan kata-kata berikut: "Kuasa kasih Tuhan Yesus Kristus, turunlah dari surga melingkupi saya. Merekatkan tulang-tulang saya yang patah dan retak, menguatkannya, menyembuhkan luka-luka saya, dan mengangkat kuman-kuman penyakit yang ada di tubuh saya." Saya mengulangi kata-kata tersebut sambil mengangkat tangan.
Tiba-tiba, saya merasakan sesuatu terjadi. Dimulai dari sekitar tulang ekor saya -- kulit bagian luar merinding disertai rasa panas. Terus melebar sampai ke dada dan paha. Ini berlangsung sekitar 10 -- 15 detik, sampai-sampai suatu saat saya merasa seperti terangkat dari tempat tidur! Saya tidak merasakan sentuhan punggung saya dengan alas tidur saya. Rasanya panas seperti berendam di "whirpool" air panas! Semua rasa sakit pada tulang, otot, dan daging yang memar hilang! Rasa jenuh, bosan, dan putus asa, hilang! Yang ada gembira, sukacita, dan penuh semangat!
Baru saya sadari bahwa itulah penyertaan Tuhan untuk saya. Sambil menangis, saya mengucap syukur kepada Tuhan karena tidak meninggalkan saya. Dia mengasihi saya. Itulah mukjizat yang pertama, dan malam itu pun saya bisa tidur nyenyak. Keesokan harinya, pagi-pagi saya sudah bangun dan setelah diseka (pengganti mandi), saya merasa lapar. Telur rebus yang biasanya selalu saya tolak, pagi itu saya lahap habis. Sarapan biasanya hanya dua sendok, pagi itu habis setengah porsi. Begitu juga makan siang dan makan malam, saya bisa makan lebih banyak, termasuk buah-buahan. Hal ini merupakan hal yang aneh, karena sebelumnya saya selalu merasa mual.
Tanggal 5 Desember 2007, saya diperiksa di SGH dan ditangani Prof. Tan Seang Beng, Direktur Departemen Bedah Orthopedi SGH. Di sana, gambar hasil MRI saya dinilai jelek mutunya sehingga beliau tidak dapat mengambil kesimpulan dan saya harus dirontgen ulang, dan apabila hasil rontgen ulang masih meragukan, maka saya harus mengulang MRI di SGH. Dari hasil rontgen ulang dan pemeriksaan fisik, dokter Tan menyatakan bahwa yang saya alami adalah fraktur tulang biasa dan itu pun hanya terjadi pada T12, sementara ruas lainnya normal. Beliau mengatakan dengan tingkat keyakinan 95 persen bahwa dalam waktu 3 bulan, tulang saya bisa pulih kembali dan setelah 3 bulan, saya harus diperiksa ulang. Mengenai radang tulang, beliau menyatakan tidak melihat hal tersebut, hasil rontgen saya bersih. Lalu saya dirujuk ke dokter ahli penyakit infeksi.
Tanggal 7 Desember 2007, saya diperiksa dokter ahli penyakit infeksi (Dr. Asok Kurup). Semua hasil MRI dan rontgen diperiksa ulang. Lagi-lagi beliau menyatakan tidak melihat adanya radang tulang apa pun dan beliau menyatakan agar obat anti-TBC yang saya konsumsi dihentikan. Saya masih penasaran dan menanyakan apakah masih ada cara lain yang lebih meyakinkan? Beliau menyebutkan: periksa darah lengkap termasuk TB Serology Quantiferon dan pemeriksaan cairan tulang belakang. Pemeriksaan cairan tulang belakang tidak disarankan karena beliau sudah yakin dari gambar rontgen. Karena ingin lebih yakin, maka saya menjalani tes darah lengkap. Lima hari kemudian, Dr. Asok Kurup mengirim email dan menyatakan bahwa tes TB Serology Quantiferon atas darah saya hasilnya ... negatif! Dari batas > 0,35 IU/ml, darah saya hanya 0,12 IU/ml. Artinya, saya tidak menderita TBC tulang! Tuhan telah mengangkat apa yang dikatakan oleh dokter tulang sebagai radang TBC tulang. Dengan demikian, saya bisa menghentikan pengobatan anti-TBC dan tidak perlu operasi tulang belakang.
Keraguan atas penyertaan dan pertolongan Tuhan merupakan tanda bahwa kita kurang memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Ini harus diperbaiki. Ingatlah akan Imanuel, sungguh benar bahwa Tuhan kita tidak pernah meninggalkan kita, ini sesuai dengan janji-Nya: "Aku akan menyertai kamu sampai kepada akhir zaman." Mukjizat Tuhan itu nyata. Pertolongan Tuhan bagi anak-anak-Nya adalah pasti. Yang perlu kita lakukan hanyalah percaya dan tetap berserah kepadanya. Allah memiliki waktunya sendiri.
Kiriman dari: Frigard Harjono