Tuhan Lebih Tahu
Sudah beberapa minggu Andi selalu gelisah setiap kali memperhatikan tukang-tukang yang bekerja pada perusahaan yang dipimpinnya. Sejak perusahaan itu hanya mulai dengan seorang tukang sampai berjumlah sepuluh orang, mereka bekerja dengan sangat baik dan giat, mereka semua menggantungkan nasibnya dan keluarganya pada perusahaan yang dipimpinnya. Tetapi ketergantungan itu telah menjadi suatu beban baginya apalagi dalam kondisi ekonomi yang buruk seperti sekarang ini.
Andi mengeluh dalam hati, kursi-kursi pesanan orang sudah hampir selesai dan sebentar lagi harus diserahkan kepada pemesannya dan para pekerja itu akan mendapat upah hasil kerja mereka. Tapi sesudah itu belum lagi ada pesanan masuk dan pesanan yang masuk beberapa hari kemarinpun dibatalkan tanpa ada alasan pasti. Musnahlah segala kegembiraan dan harapan Andi agar kelangsungan perusahaan itu dapat terus dipertahankan. Andi tidak tega mengecewakan seluruh pekerjanya karena tidak ada pesanan yang masuk.
Banyak kantor rekanannya didatangi untuk menanyakan apakah ada pesanan perabot kantor lagi, tetapi dengan amat meyesal mereka semua mengatakan, "Maaf, keadaan ekonomi sedang tidak menentu sehingga kami tidak ada rencana untuk memperluas kantor." Itu berarti tidak ada yang memerlukan jasa perusahaan Andi, walaupun mereka menerima baik kedatangan Andi karena Andi adalah pengusaha yang jujur dan ramah.
Hari-hari berlalu dengan kegelisahan dan rasa putus asa. Andi bingung memikirkan bagaimana nasib para pekerja dan keuarganya yang bergantung pada perusahaannya. Apakah usaha yang sudah dibinanya dengan susah payah harus dibubarkan? Kalaupun harus dibubarkan, bagaimana ia harus menghidupi keluarganya, sedangkan untuk berdagang ia tidak ada modal yang cukup sedangkan untuk bekerja di kantor, itu hal yang tidak mungkin karena ia hanya memiliki ijazah SMU.
Andi sudah mulai malas mengikuti kebaktian hari minggu, tetapi dengan penuh kesabaran istrinya terus membujuk. "Daripada melamun yang nggak ada gunanya, lebih baik kita bersekutu dalam kebaktian. Siapa tahu kamu mendapat penghiburan dalam kebaktian itu. Tidak ada salahnya memuji Tuhan walaupun dalam kesusahan bukan? Jangan sampai kita membenci Tuhan karena keadaan kita." Ya, Andi membenarkan kata-kata istrinya. Andi gemar menyanyi dan suaranyapun cukup baik, maka ia berusaha membenamkan semua kemelut yang dihadapinya dalam doa dan pujian. Dan saat itu sangat terasa kedamaian dan keringanan, tetapi tiap kali kembali ke rumah beban dan kemelut pikirannya kembali menjadi sangat berat.
Tibalah saat harga segala macam kebutuhan melonjak termasuk harga kayu, Andi hanya bisa tercenung. "Bu, aku tidak bisa membayangkan seandainya pesanan yang dibatalkan kemarin kita jalankan juga!" Andi hanya bisa memejamkan mata ngeri membayangkan kerugian yang mungkin akan didapatnya, seandainya pesanan itu tidak dibatalkan dan tetap diselesaikan dalam kondisi harga yang tinggi.
Andi sekarang bisa tersenyum dan memuji kebesaran Tuhan, ternyata masih ada titik terang dalam kegelapan yang dihadapinya dan Tuhan telah menyelamatkan mereka dari malapetaka kebangkrutan. Seminggu kemudian, mulai ada titik terang karena ada pesanan yang masuk dan telah disetujui harganya mengikuti perkembangan harga baru. Andi sangat gembira menyampaikan kabar itu kepada istri dan anak-anaknya pada malam harinya. "Tuhan memang bijaksasna dan setia, biarlah pelajaran rohani ini kita simpan selalu dalam hati." kata Andi dengan bijaksana.
Diambil dari:
Judul buku | : | Untaian Mutiara |
Penulis | : | Besty. T |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang |
Halaman | : | 36 -- 38 |