Panggilan yang Tidak Berubah
Sekalipun saya lahir dari keluarga Kristen, masa remaja saya sangat jauh dari nilai-nilai kekristenan. Saya tekun ke sekolah minggu, namun ketika memasuki remaja (SMP) saya tidak ke gereja lagi, bahkan saya banyak terlibat dalam pergaulan bebas. Merokok, minuman keras, dan pornografi, merupakan hal-hal yang cukup akrab dalam pergaulan saya.
Syukur kepada Tuhan, ketika SMA, saya memiliki teman-teman yang mencintai Tuhan. Tuhan memakai persahabatan kami untuk membuka hati saya menerima kasih karunia-Nya. Pada Desember 1984, dalam acara Natal sekolah, saya menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat saya.
Kemudian, Tuhan membentuk hidup saya melalui pelayanan mahasiswa di kampus. Saya bertumbuh lewat pelayanan di Perkantas, di mana saya terlibat dalam pelayanan mahasiswa di Universitas Surabaya. Dalam acara camp KTB pada 1990, saya mulai merasakan panggilan Tuhan menjadi rohaniwan. Setelah melalui berbagai pergumulan, saya memutuskan untuk studi teologi di SAAT pada 1994. Setelah 2 tahun studi, saya mulai ragu-ragu untuk menjadi rohaniwan. Ketidakyakinan terhadap panggilan untuk menjadi seorang rohaniwan dan masalah yang terjadi di tengah keluarga, membuat saya mengambil keputusan untuk berhenti studi. Sejak saya meninggalkan studi, saya kembali ke dunia pekerjaan dan saya melayani di GKKA Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Saya mengucap syukur kepada Tuhan yang menolong dan memimpin saya dengan memberikan berkat-Nya melalui pekerjaan saya. Saya juga berterima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena sudah memberikan kesempatan kepada saya, untuk turut terlibat dalam pelayanan di sebuah gereja di Surabaya.
Namun, di tengah-tengah pelayanan tersebut, saya merasakan ada pergumulan dalam hati kecil saya, "Apakah memang ini tempat yang diinginkan Tuhan untuk saya?" Saya memiliki pekerjaan dan pelayanan yang baik. Saya berjuang untuk meyakinkan diri saya bahwa inilah tempat yang terbaik untuk saya. Segala sesuatu berjalan dengan baik dan lancar. Bahkan, saya banyak mendapat peneguhan dari orang lain bahwa inilah tempat yang terbaik untuk saya karena saya bisa melayani dengan maksimal di sana. Salah satu bidang pelayanan saya adalah menjadi pemimpin kelompok kecil. Melalui pelayanan inilah, saya diingatkan lagi akan panggilan saya sebagai rohaniwan. Dalam pergumulan saya waktu itu, lewat saat teduh, saya menemukan bahwa yang Tuhan inginkan bukanlah bagaimana saya dapat melayani-Nya dengan maksimal. Tetapi, Tuhan meminta saya untuk belajar menaati-Nya. Saya tahu bahwa bukanlah hal yang salah bila saya menilai pelayanan apakah yang memberikan dampak maksimal, namun saya tahu Tuhan bukan memimpin saya untuk hal itu. Sangat jelas Tuhan menginginkan saya untuk menaati panggilan-Nya.
Seiring dengan berjalannya waktu, panggilan itu menjadi lebih jelas. Istri yang awalnya ragu-ragu, akhirnya memiliki kemantapan hati untuk mendukung saya memenuhi panggilan itu. Pada awal 2006, saya dan istri memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan dan kembali memenuhi panggilan Tuhan dengan mendaftar di SAAT. Saat kesaksian ini ditulis, saya sedang menulis skripsi dan mempersiapkan diri untuk melayani-Nya sebagai hamba Tuhan. Saya bersyukur kepada Tuhan yang menguatkan dan mendampingi saya dalam menjalani panggilan ini.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul Buletin | : | STAUROS (Seminari Alkitab Asia Tenggara), Mei 2009 |
Penulis | : | Ev. Jemmy Waroka |
Penerbit | : | Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 2009 |
Halaman | : | 6 |