Nyawa Cadangan
Tanggal 11 Februari 1998, 3 bulan sebelum krisis moneter dan kerusuhan massal melanda bangsa kita ini, saya berjalan dengan tidak memiliki prasangka apa-apa bahwa akan ada kejadian luar biasa yang akan menimpa saya hari itu.
Saya ada di daerah Buaran, Bekasi, dekat dengan kota Legenda. Saat itu pukul 16.00, dan peristiwanya terjadi begitu cepat. Saya dirampok, dua peluru ditembakkan dari belakang oleh para perampok.
Saya jatuh tak berdaya, dengan tubuh bersimbah darah. Satu hal yang saya pikirkan saat itu adalah sebentar lagi saya akan mati. Saya menjadi sangat takut akan kematian, teringat anak saya yang masih kecil, yang baru berusia 9 bulan. Kalau saya mati, siapa yang akan mengurusnya? Bagaimana nanti dengan keluarga saya?
Saat itu, saya langsung berseru berdoa, "Darah Tuhan Yesus, tutup bungkus saya!"
Mendadak sebuah ketenangan menyelimuti saya, saya percaya bahwa itu hadirat Tuhan yang bersama dengan saya.
Masyarakat sekitar datang mengerumuni saya, mereka menghentikan taksi dan meminta sopirnya membawa saya ke rumah sakit terdekat. Taksi itu pun segera membawa saya ke Rumah Sakit Umum Bekasi. Setiba di sana, kata dokter saya harus segera dioperasi darurat untuk menyelamatkan nyawa saya. Tapi operasi seperti itu tidak bisa mereka lakukan, saya harus dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
"Ya sudah, tunggu apa lagi, bawa saja saya ke sana," ujar saya lemah.
Namun anehnya pihak rumah sakit menolak, katanya harus ada keluarga yang datang dahulu mengurus administrasinya. Saya mengerti maksud mereka, pasti masalah biaya. Dalam keadaan sekarat, soal hidup dan mati seperti ini, saya tidak habis pikir mengapa mereka masih melakukan itu. Saya pun segera telepon ke rumah, tapi ternyata di rumah tidak ada orang. Bagaimana ini, satu nomor lagi yang saya ingat hanyalah saudara saya yang berkantor di Pamulang. Namun, dari Pamulang ke Bekasi sangatlah jauh, butuh waktu beberapa jam perjalanan. Tapi saya tidak punya pilihan, saya tetap harus meneleponnya.
Saudara saya, setelah menerima telepon saya, langsung menelepon temannya yang memilki toko di Bekasi. Sebenarnya temannya itu sudah menutup tokonya dan pulang. Namun entah mengapa, ada sebuah suara kuat yang menyuruhnya kembali ke toko. Sehingga tepat saat ia tiba di tokonya, saat itu pula juga telepon berbunyi. Saat itu telepon seluler belumlah lazim digunakan seperti sekarang, bayangkan bila temannya itu tidak kembali ke tokonya, saya tidak tahu apa yang akan terjadi, saya mungkin tertahan dan meninggal di rumah sakit.
Karena dia terburu-buru ke rumah sakit, maka dia tidak sempat membawa uang. Sesampainya di rumah sakit, administrasi rumah sakit tidak mau menerima jaminan KTP-nya. Maka dia harus pulang kembali ke rumah untuk mengambil uang. Setelah dia kembali dan membayarnya, baru pihak rumah sakit mau melepas saya ke RSCM.
Sampai di RSCM, saya juga tertahan karena ada beberapa hal. Sehingga masuk ruang operasi sudah pukul 21.00. Operasi yang harusnya sesegera mungkin dilakukan untuk menyelamatkan nyawa saya, karena pendarahan membuat darah saya hampir habis, tertunda selama 5 jam lebih. Namun, penyelamatan yang cepat seperti yang kita harapkan dari pihak medis itu tidak terjadi.
Hal itu menunjukkan bahwa kita tidak bisa bergantung pada usaha manusia untuk menolong kita. Hanya satu tempat di mana kita bisa bergantung, yang membuat saya bisa bertahan selama itu, yaitu pertolongan Tuhan sendiri.
Saat operasi dimulai, saya pun dibius dan saya merasakan para dokter segera bekerja membelah tubuh saya. Saya pun merasa melayang-layang, masuk alam tidak sadar. Semuanya menjadi gelap, dan tubuh saya menjadi sangat ringan melayang-layang, rasanya sangat mengerikan, seperti berada dekat sekali dengan alam maut.
Saat melayang seperti itu, saya merasa tiba-tiba ditangkap oleh sebuah kekuatan yang mengerikan. Saya tahu itu kuasa maut yang menangkap saya, saya tidak bisa bergerak, disekap seperti akan mati.
Saya berteriak padanya bahwa saya adalah anak Tuhan Yesus! Raja di atas segala raja! Maka kekuatan itu pun melepas saya. Hal itu terjadi beberapa kali, perasaannya sama, seperti akan mati. Dan setiap kali saya ditangkap, saya mengucapkan hal yang sama, kemudian saya pun dilepas lagi melayang-layang.
Hal itu membuat saya menjadi kesaksian hidup pada Saudara saat ini, dan telah membuktikan bahwa Yesus adalah sungguh Tuhan yang berkuasa di alam roh dan alam maut. Malaikat maut takut dan patuh akan kuasa nama-Nya di sana.
Operasi berlangsung selama 3,5 jam. Dengan banyak komplikasi karena banyak organ tubuh saya yang terluka, yaitu ginjal, paru-paru, dan hati. Paru-paru saya dijahit, dan hati saya harus dipotong seperempatnya. Proses operasi itu, menurut dokter, harus mengeluarkan semua organ saya dahulu, baru dikembalikan lagi. Sehingga mereka khawatir timbul komplikasi saat tubuh coba menyesuaikan dengan organ-organ itu lagi.
Setelah operasi, saya masih ada dalam masa kritis, sehingga selama 13 hari saya dirawat di ICU. Setelah melewati masa kritis, perawatan dilanjutkan di bagian rawat inap.
Obat-obatan yang diberikan pada saya, membuat saya tidak bisa tidur dan sangat gelisah. Hal apapun dapat membuat saya marah-marah karena efek obat-obat itu. Belum lagi setiap inci dari tubuh saya sangat sakit. Bagian apapun yang saya gerakkan sakitnya tidak terkira, apalagi menggerakkan bagian-bagian besar seperti tangan atau kaki.
Dalam kesakitan dan kegelisahan yang luar biasa karena tidak bisa tidur seperti itu, saya mendengar sebuah suara, "Mengapa kau masih tergantung pada obat, bukankah Aku sudah menyembuhkan engkau." Saat mendengar itu saya menangis, saya berdoa pada-Nya: "Tuhan ampuni saya, saya lelah dengan keadaan seperti ini, berikanlah saya ketenangan agar dapat tidur dan beristirahat."
Setelah itu, saya memutar lagu-lagu pujian dan penyembahan. Saat mendengarkan lagu-lagu itu saya merasakan ketenangan melingkupi saya. Bahkan setelah beberapa lagu, saya seakan ingin menari, tangan saya bisa digerakkan tanpa terasa sakit. Demikian juga kaki saya dapat saya gerakkan tanpa sakit, sungguh luar biasa!
Hal itu membuat saya ingin bangun dan turun dari tempat tidur. Sehingga ayah saya yang sedang menjaga saya langsung berteriak-teriak protes keberatan saat saya bangun dan ingin turun dari tempat tidur. Itu benar-benar sungguh sebuah mukjizat. Saya merasakan sebuah cahaya yang sangat terang di sekitar saya, dan hadirat Tuhan terasa sangat nyata. Turun sebuah sukacita melimpah memenuhi hati saya, sedemikian melimpahnya sukacita itu terus saya rasakan sampai hari ini.
Tuhan itu sungguh sangat baik. Banyak hal tidak berkenan baginya yang telah kita lakukan, tapi Dia tetap setia, asal kita sungguh-sungguh bertobat dan minta ampun pada-Nya. Dia akan turun tangan memulihkan hidup kita. Yang penting kita punya iman pada-Nya, Tuhan akan bekerja dalam banyak cara dalam kehidupan kita.
Dokter yang menjadi kepala tim operasi berkata pada suster sesaat setelah mengoperasi saya, "Ini orang punya nyawa cadangan." Setelah melewati hal-hal yang sangat berat seperti itu, saya masih tetap hidup. Tapi saya tahu benar bahwa saya tidak punya nyawa cadangan, dan itu bukan karena kuat gagah saya. Tapi "nyawa cadangan" saya terletak pada ffirman Tuhan yang berkata, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama majalah | : | VOICE Indonesia, Vol. 83/2006 |
Penulis | : | TS/LM |
Penerbit | : | Communication Department Full Gospel Business's Men Fellowship International -- Indonesia dan Yayasan Usahawan Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta 2007 |
Halaman | : | 12 -- 15 |