Pahlawan Kehidupan

Orang yang membaptis saya ke dalam iman Kristen adalah Nelson, tetangga yang sama yang telah mengundang keluarga saya untuk makan malam. Sepanjang ingatan saya, saya menilai Nelson adalah orang yang hangat dan bersahabat. Akan tetapi, setelah mulai menghadiri gerejanya, saya menyadari bahwa ia juga memiliki kelemahlembutan yang unik dan belas kasihan kepada orang lain. Gereja mengetahui ketulusan di dalam hatinya. Oleh karena itu, mereka memilihnya untuk menjadi tua-tua. Di dalam diri Nelsonlah, saya melihat Yesus dengan sangat jelas. Melalui nasihatnya, saya datang kepada kasih Tuhan. Saya tidak dapat menolong, tetapi saya mengadopsi Nelson sebagai pahlawan saya.

Selama 20 bulan setelah menjadi orang Kristen, saya berjuang dengan masalah emosi yang sering kali masih di luar kendali. Saat-saat seperti inilah, saya akan datang ke rumah Nelson, duduk di dalam mobil di garasi bersamanya, dan mencurahkan perasaan saya. Dia selalu mendengarkan saya dengan penuh perhatian dan merespons dengan begitu baik, tidak peduli berapa banyak saya "mencuri" dia dari keluarganya. Sampai saat ini, sebagai orang Kristen, saya berutang kepadanya karena menjadi pelindung rohani yang akan selalu mengangkat ketika saya tersandung seperti kanak-kanak yang pertama kali belajar berjalan.

Allah tidak ingin saya menjadi bergantung kepada Nelson. Dia ingin saya berjalan dengan Yesus -- tetapi Dia harus memenuhi hal ini dengan cara yang paling menyakitkan. Pada musim gugur tahun 1969, teman-teman mengatakan kepada saya bahwa mereka diminta menjadi konselor anak-anak muda di perkemahan Kristen di California Sierras selama libur Natal. Ketika saya mendatangi pengawas kemah itu, saya bertanya apakah saya juga dapat menjadi konselor. Dia mengatakan bahwa dia akan memeriksa apakah masih ada tempat. Minggu berikutnya setelah kebaktian gereja, saya bertemu dengannya, tetapi dia masih belum memberikan jawaban. Setelah memaksanya, akhirnya ia mengakui bahwa ia telah mendiskusikan masalah itu dengan Nelson, dan Nelson menunjukkan bahwa saya masih terlalu muda rohani untuk mengawasi anak-anak SMU. Sekalipun kata-katanya menyakitkan hati saya, saya tertawa. Kemudian, orang itu mengatakan bahwa saya dapat mengawasi anak-anak yang bertugas membersihkan dapur setelah acara makan. Karena sangat ingin pergi, saya menerimanya, sekalipun hati saya sangat sakit.

Di perkemahan, saya segera mendapati bahwa saya akan banyak menghabiskan waktu di dapur, dan kemarahan pun menghampiri saya. Menjelang akhir minggu, saya kehilangan sebagian besar kegiatan yang menyenangkan. Meski demikian, saya masih berharap untuk mengikuti acara kebaktian dengan api tungku di tengah. Akan tetapi, anak-anak yang membantu mencuci cerek dan panci setelah makan malam, mengeluh, pada saat Nelson lewat di depan mereka. Hal ini membuat kepekaan saya terganggu. Oleh karena itu, dengan keras saya mengatakan kepada mereka bahwa masalah itu tidak akan terjadi jika mereka ikut membantu saya. Saya merasa begitu direndahkan sehingga saya mengusir mereka pergi dan mengatakan bahwa saya sendiri yang akan membersihkan semuanya. Setelah mereka dengan senang mengikuti acara itu, Nelson menanyakan apakah saya ingin berbicara dengannya dan mengakui bahwa saya sangat terganggu. Saya mengatakan bahwa seharusnya ia meminta saya berdiri di luar. Secara pribadi, ia menunjukkan ketidaksenangannya terhadap perilaku saya di depan anak-anak. Hal ini membuat saya beranggapan bahwa ia merendahkan otoritas saya. Saya kemudian menolak untuk berbicara dengannya lebih lanjut.

Tentu saja, saya tidak mengikuti lagi acara itu. Pada saat saya menyelesaikan tugas, teman-teman saya telah berada di kamar mereka sehingga saya kembali ke tempat tidur saya di samping dapur, tempat yang saya siapkan sendiri. Karena semua kegiatan perkemahan berakhir dan tugas saya juga sudah selesai, pagi-pagi sekali saya pergi. Saya mengemudi sendiri karena komite keluarga telah menahan kedatangan saya, dan mobil saya tidak perlu membawa siapa pun kembali ke San Jose. Hal itu membuat saya memiliki kesempatan untuk mengungkapkan keluhan saya kepada Allah. "Jika ini yang dimaksud dengan menjadi orang Kristen," gerutu saya, "saya tidak mau menjadi bagian di dalamnya. Bahkan, Nelson pun meninggalkan saya." Semakin saya meluapkan rasa muak, perasaan saya semakin buruk dan saya semakin menginginkan Allah mengakui luka hati saya dan menunjukkan bahwa Ia peduli. Penolakan, kepahitan, dan kemarahan telah memenuhi hati saya. Seolah-olah Allah telah menusuk hati saya, dan semua masa lalu melesat keluar, mengotori seluruh jiwa.

Sampai di San Jose, saya masih ingin menyendiri. Jadi, saya mengemudi berkeliling sampai senja turun. Dan, kemudian, saya tertegun. Saya tidak dapat lagi marah kepada Allah. Saya tidak dapat lagi menyarangkan tinju saya kepada-Nya. Saya lelah diatur oleh perasaan-perasaan buruk yang telah begitu lama memenjarakan saya. Saya sungguh-sungguh ingin berserah kepada-Nya.

Pada malam bulan Desember itu, saya mengambil sebuah kunci yang telah diberikan Nelson beberapa bulan sebelumnya, dan berjalan hingga ke bagian dekat altar gereja. Awalnya, saya duduk di sebuah kursi di baris depan dan mencoba berdoa, tetapi gagal. Akhirnya, saya berlutut dan mengatakan kepada Allah bahwa saya sungguh-sungguh menyesal telah menyalahkan Dia untuk semua penderitaan, kekecewaan, dan luka hati saya. Saya menyesal karena telah meragukan karakter-Nya, kedaulatan-Nya, dan kebaikan-Nya. Saya juga menyesal karena tidak setia mengasihi-Nya.

Kemudian, ketika air mata saya jatuh bercucuran, saya merasakan kehangatan melingkupi saya. Saya tahu saya tidak sendirian. Yesus telah merangkul dan menarik saya ke dalam hati-Nya. Kemudian, Ia berkata kepada saya seperti yang dikatakan-Nya kepada Zakheus, "Aku datang untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang." Dan, sementara Ia mengatakan bahwa Ia mengasihi saya, Yesus pun menjadi pahlawan saya.

Diambil dan disunting dari:

Judul buku : Bagaimana Saya Tahu Jika Yesus Mengasihi Saya?
Penulis : Christine A.Dallman dan J. Isamu Yamamoto
Penerbit : ANDI Offset, Yogyakarta: 2002
Halaman : 33 -- 35

"Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6)

< http://alkitab.sabda.org/?Mat+6:6 >

Tinggalkan Komentar