Pendidikanku di Tangan Tuhan

Empat tahun yang lalu merupakan tahun terpenting bagi saya. Sebagai siswa kelas 3 sebuah SMU di Surakarta, saya harus menentukan ke mana saya akan melanjutkan studi selepas SMU.

Saya adalah anak bungsu dari empat bersaudara, hal ini membuat saya sering bersikap manja. Oleh karena itu, sejak kelas 1 SMU saya mulai bergumul agar dapat kuliah di luar kota karena ingin belajar mandiri dan lebih bergantung kepada Tuhan. Saya sadar bahwa sangat sulit untuk kuliah di luar kota, bahkan keluarga dan teman-teman meragukan saya. Namun, saya tetap yakin dan percaya, bahwa jika Tuhan berkehendak menempatkan saya di luar kota, Dialah yang akan memelihara dan menyediakan semua keperluan saya.

Seperti emas, kita pun perlu ditempa. Tempaan pertama adalah ketika saya akan mendaftar ujian masuk di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta di sekolah saya. Pengambilan formulir ujian dibuka dari hari Senin sampai Jumat, dengan biaya pendaftaran Rp. 150.000,00. Saya sudah meminta uang pendaftaran kepada ayah saya sejak hari Senin. Tetapi sampai hari Kamis sore, ayah belum memberi saya uang, meskipun ayah tidak melarang saya untuk mendaftar.

Selama 4 hari itu, saya terus memohon kepada Tuhan agar Ia mengabulkan keinginan saya untuk ikut ujian masuk di perguruan tinggi tersebut. Saya yakin, jika Tuhan merestui, Dia juga yang akan memampukan ayah saya membayar uang pendaftaran tersebut.

Tuhan Yesus tidak pernah menutup mata dan telinga-Nya bagi permohonan anak-anak-Nya, saat kita berseru dan mengandalkan Dia. Tepat pukul 24.00 WIB, ayah saya memberi uang untuk pendaftaran. Allah kita luar biasa, Dia tidak pernah terlambat.

Awal bulan Mei, saya mengikuti ujian nasional SMU. Sebelumnya, saya juga harus mengikut ujian masuk perguruan tinggi yang saya kehendaki. Pada hari pertama, sebelum berangkat, saya membaca Alkitab dan merenungkan firman Tuhan. Dalam Yosua 1, Tuhan dengan jelas berkata kepada Yosua untuk menguatkan dan meneguhkan hatinya berulang-ulang. Melalui perikop ini, saya diteguhkan dan dikuatkan, serta selalu mengandalkan Dia.

Semua ujian dapat saya lalui. Saya pun dinyatakan lulus ujian di perguruan tinggi yang saya kehendaki dan diterima di Fakultas Sastra Jepang. Pada akhir Mei, saya ditemani oleh ayah saya, pergi ke Yogyakarta untuk melakukan registrasi. Satu minggu sebelumnya, saya sudah mentransfer uang sejumlah Rp 7.000.000,00 guna membayar semua biaya masuk perguruan tinggi tersebut. Pada hari itu, ketika saya mengambil blangko penerimaan mahasiswa, tertulis dalam blangko tersebut "Mahasiswa Jurusan Sastra Nusantara". Saya bingung karena dalam kartu ujian saya hanya tertulis jurusan Farmasi, Akuntansi, dan Sastra Jepang, bukan Sastra Nusantara.

Karena kebingungan, ayah saya menganjurkan saya untuk menanyakannya. Dunia terasa runtuh.... Masa depan yang sudah saya rencanakan hancur berkeping-keping. Ternyata saya salah menulis kode, sehingga saya tercatat sebagai mahasiswa Sastra Nusantara.

Saya menghadap kepada kepala pendidikan di universitas tersebut. Sementara saya menunggu kepala pendidikan yang sedang memeriksa dan mempertimbangkan masalah saya, saya terus memuji dan menyembah Tuhan. Belum dapat diputuskan, saya diminta untuk pulang terlebih dahulu dan menelepon keesokan harinya.

Seluruh keluarga menghibur dan menguatkan saya. Pagi-pagi, saya pergi ke gereja untuk ikut doa pagi karena saya merasa hanya Tuhan yang dapat menghibur, menolong, dan menguatkan saya. Kira-kira pada tengah hari, saya menelepon kepala pendidikan tersebut, dan ia mengatakan "Tidak bisa pindah jurusan". Saya sedih sekali. Saya tidak mau pindah jurusan dan saya juga tidak tahu tentang jurusan Sastra Nusantara.

Siang itu juga saya berangkat ke Yogyakarta. Hasilnya tetap sama, bahkan permintaan saya untuk meminta 50 persen uang yang telah saya bayar juga ditolak. Satu-satunya cara yang dianjurkan oleh wakil rektor bagian pendidikan adalah agar saya mencoba masuk jurusan Sastra Jepang melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Karena tidak ada jalan lain, saya menuruti anjuran tersebut. Saya ikut SPMB di Surakarta. Selama menunggu pengumuman penerimaan, setiap hari saya mengikuti doa pagi di gereja. Saya mengimani bahwa Tuhan melihat dan menghargai setiap kesungguhan dan jerih payah umat-Nya. Saya meminta agar Tuhan mengizinkan saya diterima lagi di universitas tersebut karena saya tahu Tuhan tidak pernah mempermalukan umat-Nya.

Hari di mana pengumuman SPMB tiba. Pukul 04.00 WIB saya terbangun, namun saya tidak berani melihat koran yang disodorkan ayah kepada saya. Kakak sayalah yang memberitahukan bahwa nama saya tercantum dalam kolom jurusan Sastra Jepang.

Saya menelepon ke pihak universitas dan menanyakan birokrasi pengurusannya. Bapak yang menerima telepon saya berkata, "Anda memang luar biasa, Anda memang pintar." Saya pun menjawab "Bukan saya Pak, tetapi Tuhan Yesus!"

Untuk pemindahan jurusan saya hanya dikenai biaya Rp 50.000,00. Bukan hanya itu, melalui orang tua murid sekolah minggu tempat saya melayani, saya mendapat beasiswa untuk biaya selama kuliah.

Melalui berbagai masalah yang menempa, saya belajar untuk bertekun dan percaya pada rencana Allah. Ia tidak pernah gagal dengan rencana-Nya; Ia akan memunculkan kita seperti emas yang murni untuk kemuliaan-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain.

Hal yang terindah dari semua itu adalah ibu saya mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat karena melihat mukjizat yang Tuhan lakukan dalam menata pendidikan saya. Jika Tuhan sudah membuktikan janji-Nya dan memberi mukjizat saat saya tetap teguh mengandalkan Dia, maka Ia pun dapat melakukan hal yang sama kepada saudara sekalian.

Diambil dari:

Judul buku : Apakah Tuhan Masih Bekerja Saat Ini?
Penulis : Eunike Susanti
Penerbit : GUPDI Jemaat Pasar Legi, Solo
Halaman : 53 -- 56

Tinggalkan Komentar