Turki: Ercan Sengul

Ketika Ercan Sengul memberikan hidupnya kepada Kristus di negara non-Kristen, Turki, beberapa orang menganggapnya sebagai suatu pembangkangan terhadap budaya dan bangsanya. Ketika ia berkata bahwa ia akan memberikan apa pun bagi Tuhan, ia benar-benar melakukan nantinya. Namun, sekarang bagaimana?

Ercan duduk di sebuah sel penjara yang lembab dan gelap dikelilingi oleh rekan tahanan lainnya. Ia ditahan oleh polisi lokal yang mengatakan bahwa ia telah "menghina agama mayoritas" dengan membagikan buku-buku dari sebuah penerbit Kristen.

Ercan berseru kepada Tuhan mohon diselamatkan. Ia tahu bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa pun dan tidak sepantasnya dipenjarakan. "Kamu berkata bahwa kamu akan melakukan apa pun bagi-Ku," bisik Tuhan dalam hati Ercan. "Apakah kamu bersungguh-sungguh?"

Dengan hancur hati, di hadapan Tuhan, Ercan menangis dan menyembah. Ia berkata kepada Tuhan dalam hatinya, "Aku bersungguh-sungguh." Ercan mulai berkhotbah selama 3 jam setiap hari dalam penjara itu. Ia belajar bahwa Tuhan mengizinkannya dipenjara untuk memberinya ladang misi baru! Ercan dipenjara selama 30 hari sampai para saksi mengaku bahwa para polisi telah menekan mereka untuk menandatangani pernyataan (palsu), dan hakim tidak menemukan bukti kejahatan apa pun.

Penahanan itu membuahkan kesaksian Ercan. Sejak pembebasannya, banyak orang yang sebelumnya berada satu sel dengannya mengunjungi gerejanya, mereka menanyakan tentang Tuhan yang memberinya damai saat dikunci dalam penjara. Ercan tetap dengan sukacita membagikan buku-buku Kristen meskipun tahu bahwa ia dapat ditahan.

Kebanyakan umat Kristen mengakui bahwa penderitaan bukanlah hal yang diharapkan saat kita berkata bahwa kita mau dipakai oleh Tuhan. Tentu saja, kita ingin hidup dengan iman -- namun bukan dalam hal penganiayaan. Kita kecewa karena tidak diperhitungkan saat ada kenaikan jabatan di tempat kerja atau tidak dipandang dalam acara-acara sosial. Kita merasa tidak berarti. Ditipu. Terbuang. Namun, kita harus terus sungguh-sungguh mencari Tuhan dengan doa di tengah-tengah keputusasaan kita. Saat kita melakukannya, kita akan mendapati bahwa doa mengubah cara pandang kita. Kita mulai melihat peluang-peluang untuk maju. Kita menerima pengharapan. Kita menemukan janji di tengah rasa sakit. Sesungguhnya, kita mulai menemukan bahwa situasi kita yang sekarang, sekalipun tidak adil dan seharusnya tidak bisa diterima, merupakan bagian dari rencana Tuhan. Saat kita berdoa minta cara pandang Tuhan atas penganiayaan, kita menemukan semangat untuk taat, berapa pun harga yang harus dibayar.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Devosi Total
Penulis : The Voice of the Martyrs
Penerjemah : Fintawati Rahardjo dan Iyan Haryanto
Penerbit : Yayasan KDP (Kasih Dalam Perbuatan), Surabaya 2005
Halaman : 1
Kategori: 

Tinggalkan Komentar